Selasa, Juli 22, 2008

PESTA DEMOKRASI 2009

Oleh: Sumardi Evulae
Mungkinkah Pemimpin Bangsa Yang Berkualitas Akan Lahir...?
Mari kita memilih pemimpin yang berkualitas
“Tuhan memberikan kita dua mata, dua telinga dan satu mulut yang artinya kita harus lebih banyak mendengar dan melihat daripada berbicara”
“Ketika Pemimpin Menjadi Angkuh, Melawan Adalah Hak”
Momen Pemilahan Umum yang sebentar lagi akan di gelar adalah ajang yang sangat menentukan bagaimana kondisi politik di negeri ini pada masa yang akan datang. Jadi para peserta yang ikut bertarung dalam mimbar PEMILU jangan terjebak dengan hal-hal yang bersifat kontemporer (politik instant) sebab fondasi politik yang seperti itu tidaklah bertahan lama dan mudah di otak-atik oleh pihak yang berkepentingan tertentu terhadap rakyat. Disinilah perlu penelaahan mendalam dan penempatan grand strategy yang tepat, cermat dan penuh hati-hati agar tidak salah dalam meletakkan dasar semangat yang dibangun sebab kalau salah dalam menempatkan fondasi tentunya melahirkan bangunan politik yang rapuh pula.
Melihat dari gerakan yang dilakukan oleh beberapa kandidat President, menarik perhatian Saya untuk menelusuri lebih jauh tentang beberapa resep yang ditawarkan oleh Bapak-Bapak calon Leader kita itu. Sampai saat ini hampir bisa katakan bahwa konsep-konsep yang diajukan itu belum bisa menjawab atas urgencytas kebutuhan rakyat Indonesia masa kini. Persoalannya adalah di mana para kandidat President yang tampil belum melihat dengan jelas apa dan betapa besarnya masalah yang rakyat Indonesia hadapi saat ini, merumuskan kebutuhan pokok rakyat menjadi sebuah visi-misi bersama seyogyanya merupakan keharusan dimiliki setiap kandidat. Intinya bahwa isu-isu yang dimainkan Bapak-Bapak kandidat harus mengacu pada pemecahan atas berbagai persoalan yang selama ini belum juga menemukan solusinya, bukan sebaliknya meninggalkan atau menambah persoalan negeri ini, mengangkat isu-isu yang sama sekali tidak menjawab sasaran dan entri poin yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
Sangat menarik memang, Pemilu merupakan ajang perhelatan paling spektakuler dilakukan setiap lima tahun sekali, di mana masing-masing kandidat President mencoba menawarkan mimpi-mimpi indah yang diformulasikan dengan adonan mereka masing-masing. Namun yang harus kita cerdasi dan kritisi adalah mungkinkah resep-resep yang mereka tawarkan itu akan menghasilkan kue yang lezat dan bisa dinikmati semua rakyat ngeri ini...??? oleh karenanya sebagaimana Paul dan Linda (2004) dalam “The Thinker’s Guide To Fallacies: the art of mental trickery and manipulation”. Mari kita kritisi setiap resep para kandidat sehingga menghasilkan sepotong kue yang benar-benar kita harapkan dan kita damba-dambakan semua. Dalam buku di atas Paul dan Linda menggambarkan cara orang berfikir:
Pertama; Uncritical Person, (intellectuality unskilled thinker’s). Mereka ini adalah orang-rang yang tidak memiliki kebebasan memilih, karena telah “terkondisikan” atau “terprogram” secara sistematis. Pikiran mereka adalah produk dari sebuah kekuatan yang mereka sendiri tidak paham. Kepercayaan mereka berdasarkan prasangka. Cara berpikir cenderung men-generalisasi, atau terlalu menyederhanakan, menjelekan, dan menuduh. Arogansi intelektual sering menjadi identitas mereka. Dunia sering dilihat dengan kacamata egoistic dan ethnocentric. Segala yang berbeda dengannya dianggap salah. Penilaiannya bercorak “hitam-putih”. Selalu ingin dipuji bahwa mereka adalah “malaikat”, dan selain mereka sebagai “setan”. Jika keyakinan di gugat, mereka merasa diserang. Karena merasa terancam, secara emosional mereka balik menyerang. Orang-orang seperti ini biasanya anti koreksi atau kritik.
Di mana pemikiran ini bersifat memvonis, berfikir benar-salah atau hitam-putih dan menganggap pemikiran-nyalah yang paling benar dan paling suci. Kalau toh kandidat yang model ini jadi pemimpin kita menurut hemat saya maka kita akan menuai bencana, karena kebebasan kita untuk berekspresi menjadi terbatasi oleh “dewan suro”. Sehingga kita tidak lagi menikmati kemerdekaan yang di anugerahi Tuhan pada kita.
Kedua; Skilled Manipulators, (weak-sense intellectual). Jumlah mereka lebih sedikit dari tipe pertama, tapi sangat ahli dalam seni manipulasi dan mengontrol orang lain. Mereka ini berfokus pada kepentingan pribadi, tanpa peduli efek buruk bagi orang lain. Sebenarnya mereka mirip dengan uncritical thinker’s, hanya saja mereka punya retorika persuasif yang handal. Maka tak perlu heran jika kelompok ini termasuk orang-orang yang sering berada di atas. Karena memang ahli dalam meraih kekuasaan dan otoritas. Lagi pula, mereka suka mendominasi dalam pergaulan. Mereka tahu cara membangun struktur kekuasaan untuk melanggengkan kepentingan. Mereka selalu mencoba tampil baik, namun bukan karena penghormatan dan penghayatan terhadap nilai-nilai, tapi dalam konteks kelanggengan kekuasaan. Mereka susah kritis terhadap lingkungan. Intelektual mereka belum merdeka, karena sering menampilkan pemikiran ganda. Di satu sisi dia percaya kepada A, di sisi lain dia memilih bicara B. mereka lebih memilih berwajah manis demi mencairnya proposal, daripada mengkritisi ketidakbenaran orang/negara yang sedang dimintai uang.
Para pemimpin puncak di Indonesia, jangan-jangan, banyak diwakili oleh golongan ini. Dan sepertinya, kader-kader seperti inilah yang lebih eksis di Indonesia daripada intelektual murni. Jika moral kritis orang-orang seperti ini gagal terkoreksi secara terus-menerus, suatu saat mereka akan jadi politikus negeri yang selalu tampil necis tapi kosong intelektual. Singa podium, tetapi baca konsep. Alasannya agar tidak salah ngomong. Padahal, kapasitas intelektual kurang memadai. Pada tingkat yang lebih ekstrim, mereka hadir di tengah massa dengan penampilan prima, namun suka berbohong dan manipulasi fakta.
Cara berfikir yang kedua ini cenderung melogika-kan segala sesuatu (apology). Semua-semua di logika-kan dengan kepiawaian retorika speak-nya. Bahasa mereka menarik, hangat dan sangat indah, mereka pandai memanfaatkan situasi. Namun sebenarnya mereka hanyalah manipulator, semua yang mereka kemukakan hanyalah lips dan mimpi belaka karena tujuan mereka hanya untuk kepentingan sendiri. Pemimpin seperti ini saat berkuasa cenderung banyak omong dan segala sesuatunya selalu dianggap remeh, toh nanti saat Laporan Pertanggung Jawaban mereka berusaha membuat mencari kambing hitam sebagai alasan yang simple dan mudah dipahami oleh kita. Wal hasil pemimpin seperti ini hanya membuat kita bermimpi dan terus bermimpi, padahal kita sadar bahwa mimpi itu tidak pernah benar-benar menjadi kenyataan. Alias NATO ( No Action Talk Only)
Ketiga; Fair-Minded Critical Person, (strong-sense critical thinker’s). kelompok ini paling kecil jumlahnya. Mereka inilah yang selalu mengkombinasikan pikiran kritis, keseimbangan penilaian, kejujuran, melihat secara mendalam, menyandarkan argument kepada keakuratan data, dan cenderung bekerja untuk melayani kepentingan orang banyak. Mereka tahu bagaimana mengelola kecerdasan. Meskipun mereka juga ahli dalam beretorika, namun kemampuan tersebut tidak digunakan untuk tujuan mengelabuhi. Orang seperti ini sangat susah dimanipulasi karena kekrtitisannya. Di saat yang sama, mereka juga tak suka memanipulasi. Orang-orang yang seperti ini punya visi tentang dunia yang lebih beretika, serta punya pengetahuan yang realistic tentang seberapa jauhnya kita dari dunia tersebut. Mereka punya kemampuan praktis untuk memompa perubahan dari “apa adanya” kepada “bagaimana seharusnya”. Orang-orang seperti ini adalah produk dari perjuangan panjang melawan egoisme pribadi serta dialog-dialog berkeadaban.
Cara berfikir yang ketiga inilah yang paling sedikit orangnya yakni, yang mempunyai pandangan jauh ke depan, berfikir-nya seimbang dan tidak hitam-putih. Kelompok ini menerima kritikan dan masukkan dari orang lain juga tidak kalah dalam ber-argumentasi, pemikir seperti ini cenderung banyak berbuat (action) dari pada berbicara. Mereka berfikir secara menyeluruh dan melihat dari berbagai sudut pandang. Namun tidak mengurangi nilai ke-kritis-an mereka.
Seharusnya type yang terakhir inilah yang kita damba dan kita perjuangkan untuk memimpin negeri kita tercinta ini. Sehingga kita semua tidak terjebak pada rutinitas yang membosankan dan tidak bermakna.
Kemudian kalau kita menterjemahkan konsep kepemimpinan Rasulullah SAW bagaimana sifat Rasulullah tersebut dapat kita terapkan dalam pola kepemimpinan kita. Kalau Rasulullah SAW mempunyai sifat SIDIQ (benar), seharusnya seorang pemimpin itu adalah orang-orang yang benar dalam ucapan, tindakan, pemikiran, serta benar dalam tauhidnya juga. Sehingga dengan adanya keserasian antara pemikiran, ucapan, tindakan serta juga punya visi yang benar serta istiqamah seorang pemimpin akan mencetuskan ide-ide pembaharuan dengan benar secara alamiah dengan berbagai ilmu dan disiplin skill yang dia miliki.
Sifat Rasulullah yang kedua adalah TABLIGH (menyampaikan), artinya adalah seorang pemimpin itu harus bisa menterjemahkan dengan benar apa yang dia tahu dan juga terus mengingatkan sesama dalam hal kesempurnaan sebuah tindakan yang menyangkut kemaslahatan umat. Seharusnya seorang pemimpin itu adalah orang yang menjaga betul semua tindakan dan sikapnya dalam menyuarakan kebenaran dan terus berusaha untuk mencari kesempurnaan terhadap solusi keummatan.
Lalu yang ke tiga dari sifat Rasulullah adalah AMANAH (dapat dipercaya), artinya adalah seorang pemimpin seharusnya dapat menjaga semua tanggung jawab yang di embunnya. Baik dalam menjaga kepercayaan rakyat dalam negerinya, sebab jika seorang pemimpin yang amanah tidak akan menggelapkan dana rakyat, dan dia akan membuat perimbangan antara anggaran untuk rakyat dengan pejabat yang mengurusnya ini akan di lakukan secara proporsional, tidak timpang apalagi kalau kebanyakan kepada pejabatnya ketimbang untuk rakyatnya.
Yang terakhir dari sifat Nabi Muhammad SAW ialah FATHONAH (Cerdas), artinya adalah seorang pemimpin itu tidak hanya pintar, karena sangat berbeda antara pintar dengan cerdas. Kecerdasan seorang pemimpin ini harus menyeluruh, baik dari segi kecerdasan bertindak, menterjemahkan, membuat keputusan, dan lain sebagainya. Dengan kecerdasan ini seorang pemimpin akan mampu bertahan dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Dari beberapa pengalaman masa lalu di mana kandidat yang menawarkan konsep-konsep dibangun atas dasar politik primodial, skat-skat, terbukti sudah bahwa ideology politik yang seperti itu tidak membawa angin segar buat perubahan dan jawaban atas kebutuhan rakyat Indonesia. Maka pada Pemilihan Umum presiden kali ini kiranya kita sebagai rakyat, pemikir dan intelek mampu memposisikan diri pada jalur yang tepat sehingga tidak lagi terjebak dengan trick “politik instant” yang tengah dihembus-hembuskan oleh para kandidat kita.
Dari ke empat sifat Rasulullah SAW ini bisa kita coba formulasikan dengan kebudayaan Indonesia itu sendiri, sehingga Saya mencoba menyimpulkan bahwa seorang pemimpin yang cocok untuk Indonesia saat ini setidaknya memiliki kecakapan; Integrasi (jujur), visioner, politisi profesional, negarawan tangguh, manajerial yang efektif dan efisien serta transparan, konseptor, solidarity maker, problem solving, sebagai pelaksana dan kepemimpinan pembaharu (transformational). Sebagaimana tema besar dari Advance Training Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sumatera Barat, yakni melahirkan pemimpin alternatif sebagai solusi terhadap persoalan umat dan bangsa.
Oleh karenanya, dalam pemilu yang akan datang mari kita mengerahkan segenap kemampuan kita untuk mengkritisi, menganalisis, dan memutuskan ke arah mana kita akan menghadapkan dan menentukan pilihan kita masing-masing akan kita jatuhkan. Sebagai intelektual muda, pemikir, pembaharuan dan agen of change, seharusnya kita tidak lagi terjebak pada resep-resep primordialisme, yang itu terbukti telah menghancurkan kita.*****
Billahi Taufiq Walhidayah
YAKIN USAHA SAMPAI!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


my fan