Kamis, November 20, 2008

BENARKAH TUHAN ITU ADIL?

Tidak sedikit orang yang mengeluh dengan keadaan mereka, atau karier mereka, atau keuangan mereka, atau pencapaian kesuksesan mereka, atau apa saja yang tidak sesuai dengan keinginan mereka। Keluhan ini biasanya berpuncak pada menyalahkan Tuhan. Diri sendiri sudah disalahkan, orang lain pun disalahkan, dan karena sudah tidak ada lagi yang harus disalahkan, maka Tuhan pun ikut disalahkan. Menyalahkan Tuhan ini–apa pun bentuknya–biasanya hanya berujung pada satu masalah utama, keadilan. Tuhan biasanya dianggap sebagai tidak adil dengan membeberkan fakta keadaan mereka. Tapi, benarkah Tuhan itu tidak adil? Kenapa ada yang miskin dan ada yang kaya? Kenapa ada yang sukses dan ada yang gagal? Kenapa? Kenapa? Kenapa?
Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin mengajak Anda melihat penuturan argumen yang akan saya berikan। Argumen ini dilandasi atas pemikiran filosofis. Tapi tenang saja, saya akan mencoba menyederhanakan argumennya, karena jika sudah berbicara tentang filsafat, maka banyak orang yang merasa pusing dan menyerah. Namun sebelumnya, perlu Anda ketahui bahwa banyak sudah pemikiran filsafat dari berbagai aliran yang mencoba menjawab pertanyaan ini. Saya pun sudah mempelajari hampir semua aliran filsafat yang menjawab pertanyaan ini, dan dari sekian banyak aliran pemikiran tersebut saya akan memberikan kepada Anda satu pemikiran yang menurut saya inilah yang terbaik, dalam menjawab seputar keadilan Tuhan tersebut.
Satu hal lagi, saya sengaja menuliskan tulisan ini, sebenarnya, untuk mengajak kita semua agar tidak lagi menyalahkan Tuhan, karena sesungguhnya Tuhan itu Maha Adil। Selain itu, argumen yang biasa orang-orang kemukakan belum terasa puas bagi saya (saya tidak bermaksud menyombongkan diri, lho).
Mari kita melihat definisi dari keadilan itu dulu। Keadilan menurut Murtadha Muthahari–paling tidak–digunakan dalam empat hal: Pertama, seimbang. Keseimbangan yang dimaksud di sini adalah kita melihat segala sesuatu dalam neraca kebutuhan yang bersifat relatif. Mari kita ambil contoh: mobil.
Untuk menciptakan sebuah mobil maka dibutuhkan berbagai bahan-bahan yang sesuai dengan kadarnya masing-masing। Kita tidak bisa membuat sebuah mobil dengan kadar semua bahannya itu sama, karena jika terjadi demikian maka Anda tidak akan pernah bisa membuat mobil yang sempurna. Jika saja Anda membuat sebuah mobil yang terbuat dari bahan-bahan yang kadarnya semuanya sama, maka justru Anda telah menciptakan ketidakseimbangan pada mobil tersebut. Ukuran bodi mobil tidaklah harus sama dengan ukuran pintunya, begitu juga ukuran mesinnya, apalagi ukuran setirnya.
Bisa Anda bayangkan bagaimana mengemudi sebuah mobil yang ukuran setirnya sama dengan ukuran bodinya? Jadi, keseimbangan di sini adalah penempatan segala sesuatu sesuai dengan kadarnya, sesuai dengan kepentingan dan kebutuhannya। Dan alam semesta ini seimbang karena menggunakan definisi keadilan ini. Karena jika tidak, maka alam semesta sudah lama hancur. Itulah sebabnya kita melihat segala sesuatunya di alam ini begitu indah dan proporsional. Dan, Tuhan telah menciptakan alam semesta ini dengan sangat seimbang.
Kedua, definisi keadilan di sini adalah persamaan dan menafikan pembedaan, yaitu memandang semuanya sama tanpa melakukan pembedaan। Perlu diketahui bahwa pembedaan itu adalah membeda-bedakan antara berbagai sesuatu yang memiliki hak yang sama yang semuanya memiliki syarat-syarat yang sama. Pembedaan ini berbeda dengan perbedaan. Kalau pembedaan terjadi dari segi pemberi, dan perbedaan terjadi dari segi penerima. Kalau Anda memiliki 10 orang pekerja yang memiliki kualitas yang sama dan jam kerja yang sama serta jenis pekerjaan yang sama, maka adalah adil jika Anda memberikan persamaan pada mereka, yaitu memberikan jumlah gaji yang sama kepada mereka semua. Artinya dari sisi Anda (sang pemberi gaji), Anda tidak membeda-bedakan mereka semua karena semuanya memiliki kualitas yang sama. Jadi sekali lagi, keadilan di sini adalah memberikan persamaan tanpa melakukan pembedaan.
Lanjutan dari definisi kedua ini kita akan sampai pada definisi yang ketiga, memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang berhak menerimanya। Kembali kita menggunakan contoh di atas, jika Anda memiliki 10 orang pekerja dan masing-masing dari mereka memiliki kekhasan atau keunikan dalam bekerja, maka adalah adil jika Anda memberikan gaji sesuai dengan keunikan dan usaha yang telah mereka lakukan dan adalah tidak adil jika Anda menyamaratakan gaji mereka semua. Oleh sebab itu, untuk meraih kebahagiaan bagi individu-individu dalam masyarakat, penting kiranya untuk menjaga hak dan preferensi setiap individu dan juga memelihara setiap keunikan setiap individu.
Kita sekarang sampai pada definisi yang keempat, memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi, dan tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan peralihan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan untuk eksis dan melakukan transformasi। Wah… mungkin Anda bingung dengan definisi yang agak panjang ini. Namun perlu untuk Anda ketahui, pertanyaan-pertanyaan yang kita telah ajukan di atas berkaitan dengan penjelasan yang ada pada definisi keempat ini. Sebelumnya kita perlu melihat–sekali lagi–antara pembedaan dan perbedaan. Pada definisi kedua kita telah membahas dengan ringkas, maka mari kita lihat penjelasannya dengan sedikit lebih panjang.
Dalam penciptaan tidak ada pembedaan, yang ada hanyalah perbedaan। Untuk lebih jelasnya, cobalah Anda melihat contoh berikut ini: Apabila kita mengambil dua buah bejana yang masing-masing dapat memuat 10 liter air, lantas kita letakkan yang satu di bawah kran air dan kita isi dengan 10 liter air, sedangkan bejana yang lain kita letakkan di bawah kran dan kita isi dengan 5 liter air; maka inilah yang dimaksud dengan pembedaan, sebab sumber perbedaan di sini bukan dari segi daya muat bejana, melainkan dari segi si pengisi bejana.
Lain halnya jika kita memiliki dua buah bejana dan yang satu cukup untuk diisi 10 liter air, dan yang lainnya hanya dapat diisi 5 liter air, lantas masing-masing kita celupkan ke dalam laut, maka perbedaan di antara keduanya akan terus berlanjut, karena perbedaannya bersumber dari segi kemampuan masing-masing, bukan dari segi laut atau kekuatan masuknya air ke dalam bejana। Bukankah penelitian-penelitian telah membeberkan kepada kita bahwa potensi yang diberikan oleh Tuhan kepada kita semua adalah sama?
Jadi perbedaan antara yang sukses dan yang gagal itu berasal dari kita sendiri: Apakah mau memperbesar bejana kita atau hanya membiarkannya begitu saja dan berharap hal itu akan berubah? Semua hamba-Nya telah diberikan jumlah rezeki yang sama dan sangat berlimpah, hanya ada yang menampung rejeki Tuhan dengan bejana yang sangat besar, dan ada yang menampung rejeki Tuhan dengan bejana yang sangat kecil sekali।
Nah kembali pada definisi keempat di atas, dapat kita jabarkan bahwa suatu yang eksis (meng-ada) mengambil perwujudan dan kesempurnaannya dalam kadar yang menjadi haknya dan sejalan dengan kemungkinan yang dapat dipenuhi olehnya। Dalam pengertian ini, keadilan Tuhan dipandang sebagai Dia tidak mengabaikan pemilikan hak dan kelayakan yang dimilki oleh sesuatu yang ada; Dia mesti memberikan sesuatu yang menjadi haknya.
Sampai di sini mungkin ada yang bertanya: Kalau saat ini saya miskin, maka inilah hak saya? Atau, pertanyaan-pertanyaan serupa yang berkaitan dengan keburukan, ketidakberuntungan, nasib jelek, dan kejahatan; atau kenapa yang lain sukses dan yang lainnya gagal, atau kenapa yang satu cantik dan yang lain jelek? Kenapa ada juga yang cacat? Kenapa saya tidak terlahir kaya?
Mari kita lihat kembali penjabaran dari definisi keempat di atas। Suatu yang eksis (meng-ada) mengambil perwujudan dan kesempurnaannya dalam kadar yang menjadi haknya dan sejalan dengan kemungkinan yang dapat dipenuhi olehnya. Dalam pengertian ini, keadilan Tuhan dipandang sebagai Dia tidak mengabaikan pemilikan hak dan kelayakan yang dimilki oleh sesuatu yang ada; Dia mesti memberikan sesuatu yang menjadi haknya. Segala sesuatunya pasti memiliki kadar yang berbeda-beda. Jika segala sesuatunya itu sama, maka justru tidak lagi yang disebut sebagai manusia, tumbuhan, hewan, dan lain-lain. Segala sesuatu yang ada ketika eksis (meng-ada) telah mengambil porsi perwujudan mereka masing-masing.
Mari kita sederhanakan hal ini dengan melihat sistem angka। Anda tentu mengenal angka 1, 2, 3, dan seterusnya. Kita dapat melihat bahwa angka 1 mendahului angka 2, dan angka 2 mendahului angka 3, dan begitu seterusnya. Ini berarti bahwa setiap angka menempati urutannya masing-masing, dan pada urutan tersebut terdapat hukum dan pengaruh. Anda tidak mungkin menempatkan angka 5 di antara angka 7 dan 9, karena sesungguhnya wujud yang sesuai dengan kadarnya di antara angka 7 dan 9 adalah angka 8.
Nah, dalam setiap penciptaan alam semesta, segala sesuatunya telah menempati urutan meng-ada seperti itu; dengan kata lain Anda dan segala sesuatu yang ada telah meng-ada sesuai dengan kadar yang dimilikinya। Dan adalah suatu ketidakadilan jika Tuhan justru melanggar hal ini karena telah mencegah kelanjutan eksistensi dari sesuatu dan kemungkinan terciptanya sebuah transformasi. Dengan demikian segala sesuatunya itu–yang tercipta sesuai dengan kadarnya–adalah suatu bentuk kesempurnaan yang Tuhan berikan. Dan ini adalah prinsip dari hukum sebab-akibat, di mana setiap akibat pasti memiliki pengaruh dari sebabnya, dan setiap sebab pasti mendahului akibat. Angka 1 mendahului angka 2, dan keberadaan angka 2 terdapat hukum dan memiliki pengaruh dari angka 1. (Saya mohon Anda jangan menanyakan: Lantas apa yang menjadi penyebab dari Tuhan? Karena jawaban untuk pertanyaan ini tidak sesuai dengan maksud dari tulisan ini).
Itulah sebabnya, yang ada itu hanyalah perbedaan dan bukan pembedaan। Tuhan telah melimpahkan rahmatnya, hanya saja perbedaan itu terjadi sesuai dengan kadarnya dan urutan kepenciptaannya, yang berlandaskan pada hukum sebab-akibat (seperti analogi angka di atas). Angka 1 tentu berbeda dengan angka 2. Angka 2 tentu berbeda dengan angka 3, dan begitu seterusnya. Setiap angka telah menduduki urutan terciptanya dan telah sesuai dengan kadarnya. Setiap angka itu telah sempurna dan sesuai dengan kadarnya.
Jadi, jika Anda berharap untuk dilahirkan sebagai seseorang yang Anda anggap sempurna, maka pada hakikatnya Anda sudah tidak menjadi Anda lagi (lihat analogi penempatan angka di atas)। Adalah sebuah hal keliru jika kita mencoba membandingkan antara angka 1 dan angka 2, atau membandingkan angka 2 dengan angka 3. Bagaimana pun kita membandingkan, yang ada hanyalah perbedaan; karena seperti yang telah kita singgung di atas bahwa perbedaan itu terjadi dari sisi kadar si penerima dan urutan keberadaannya.
Perbedaan tidak mengisyaratkan ketidaksempurnaan, tetapi kesempurnaan। Mengatakan yang satu tidak sempurna dibandingkan yang lain adalah suatu pemikiran yang mencoba memaksa untuk menyamakan segala sesuatunya. Dan seperti yang telah saya katakan di atas, jika segala sesuatunya itu sama, maka tidak ada lagi yang disebut sebagai manusia, tumbuhan, atau hewan, atau apapun namanya. Pada dasarnya semuanya adalah sempurna dalam kadarnya masing-masing.
Itulah sebabnya dalam definisi keempat juga disebutkan bahwa terdapat banyak kemungkinan untuk eksis dan melakukan transformasi. Perbedaan itu justru mengisyaratkan kenapa ada yang disebut dengan dinamika, usaha, cinta, cumbu rayu, penderitaan, kesengsaraan, cemburu, kesuksesan, kehancuran, dan kehangatan. Jadi jika Anda protes kepada Tuhan dan berharap Tuhan menciptakan semua itu sama, maka pada dasarnya akan menyebabkan tidak adanya sesuatu yang baik dan indah, semangat dan dinamika, perjalanan dan transformasi. Karena itu, “Di pabrik cinta harus ada kekufuran,” demikian syair Hafizh. Dengan demikian apa pun yang Anda alami adalah suatu bentuk kesempurnaan dalam kadar yang Anda miliki. Hal ini menjelaskan juga kenapa setiap orang itu tidak ada yang sama alias unik. Apapun adanya Anda sekarang dan bagaimana diri Anda sekarang adalah ciptaan Tuhan yang sempurna. Membandingkan dua hal yang berbeda adalah suatu hal yang tidak bijaksana dan sangat keliru. Kesempurnaan Anda dengan kadar Anda saat ini juga memberikan kemungkinan yang sangat besar untuk melakukan sebuah transformasi dan kemungkinan eksistensi (perbaikan) yang lebih baik. Oleh karenanya, saya ingin mengajak Anda untuk melihat contoh yang begitu menarik. Contoh ini berkisah dari seekor anjing yang saya tonton di acara Oprah. Terdapat seekor anjing yang terlahir cacat (ingat, kita menyebutnya cacat karena kita membandingkannya dengan anjing normal lainnya). Anjing ini bernama Faith dan terlahir dengan hanya memiliki dua kaki belakang. Dalam pandangan keadilan, ini adalah sebuah kesempurnaan yang sesuai dengan kadarnya. Jika Anda membandingkannya dengan anjing yang memiliki jumlah kaki empat, maka sesungguhnya Anda akan mengatakan Faith sebagai anjing yang cacat. Padahal Faith adalah anjing yang sempurna yang sesuai dengan kadarnya. Jangan membandingkan dua hal yang tidak sebanding; dua kaki dan empat kaki itu tidak sebanding. Yang membuat saya berdecak kagum adalah, dalam kadarnya yang demikian, Faith masih bisa melakukan kemungkinan eksistensi (perbaikan diri; transformasi). Faith sekarang bisa berjalan dengan hanya menggunakan dua kakinya yang ada, padahal banyak dokter yang menyarankan untuk membunuh anjing tersebut dengan melihat kemungkinan bahwa Faith takkan bisa berjalan sama sekali. Luar biasa, bukan?
Percayalah bahwa Tuhan memberikan rahmat dan kelimpahan-Nya yang sama kepada semua makhluk, dan Anda bisa melakukan transformasi untuk membuat bejana Anda menjadi lebih besar. Perbedaan mengisyaratkan transformasi. Sekiranya tak ada gunung, maka tak akan mungkin ada lembah dan air yang mengalir darinya. Sesuatu yang Anda anggap buruk belum tentu buruk bagi dirinya sendiri; karena–sekali lagi– membandingkan dua hal yang tidak sama adalah tidak pada tempatnya. Dan Tuhan tentu memelihara segala sesuatunya yang berada dalam kadarnya masing-masing. Jadi, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa Tuhan itu tidak adil. Anda telah sempurna dalam posisi Anda saat ini, dan Anda bisa melakukan transformasi bagi diri Anda sendiri. Semoga bermanfaat!!!
Di tulis oleh sumardi

Sabtu, September 20, 2008

RENUNGAN BUAT CALON SARJANA

Oleh : Sumardi Evulae Kepala BPL HMI Cabang Kota Jantho
Dalam rentang waktu February - Mei 2008, saya tiga kali diundang oleh tiga perguruan tinggi berbeda di Banda Aceh dan Aceh Besar. Ketiganya mengundang saya dalam kapasitas sebagai praktisi dan motivator educational untuk mengisi Kuliah Umum (stadium general). Selama saya mengisi acara, ada “catatan besar” yang saya peroleh. Catatan besar itu lebih mengarah pada kegelisahan saya akan masa depan para mahasiswa kita. Terutama terkait dengan ke mana mereka akan berlabuh setelah mereka lulus kuliah. Artikel ini mencoba mengupasnya.
Disadari atau tidak, saat ini keadaan mahasiswa kita masih sangat mengkhawatirkan. Hal ini tidak saja karena tuntutan persaingan yang luar biasa, melainkan orientasi mahasiswa yang sangat praktis pragmatis. Coba tanya, ke mana mereka setelah lulus kuliah? Jawaban singkat yang muncul adalah “mencari kerja”.
Kata-kata “mencari” saya temukan dalam tiga kali pertemuan di tiga kampus yang berbeda. Mungkin sudah hal yang umum dan tidak ada yang aneh melihat jawaban para mahasiswa tersebut. Hanya saya khawatir, “mencari” adalah sama dengan “belum menemukan sesuatu”. Itu artinya mahasiswa kita selama 4-5 tahun kuliah tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, ilmu yang mereka dapatkan sering kali tidak sesuai dengan apa (pekerjaan) yang mereka cari. Misalnya, mahasiswa teknik bekerja di perbankan begitu pun sebaliknya. Itu artinya apa? Mahasiswa kita kebanyakan memperoleh ilmu yang setengah-setengah alias tidak matang. Untuk memahami masalah ini, saya kutipkan sebuah kisah inspiratif di bawah ini.
Diceritakan, ada seorang pemuda yang mengendap-endap untuk mencapai sebuah pohon mangga. Buah yang bergelantungan membangkitkan seleranya. Beberapa saat kemudian, ia berusaha meraih beberapa buah untuk mengobati air liur yang mulai memenuhi mulutnya. Namun, sontak ia dikagetkan oleh suara ayahnya yang tiba-tiba saja muncul dari arah belakang. “Jangan anakku, urungkan niatmu memetik buah itu!” tegur sang ayah bijak. Pemuda itu lantas berpaling ke arah ayahnya, sementara tangannya seperti kejang menggapai angin.
Dengan sigap dan penuh kelembutan, sang ayah meraih tangan anaknya. Lalu, membawanya berkeliling mengitari kebun pohon mangga. Sambil berjalan-jalan santai, ia mulai menasihati anaknya. “Anakku, memetik buah itu bukanlah tujuan yang hendak kita capai. Tujuan yang sebenarnya adalah mengambil manfaat dari buah itu setelah kita memetiknya. Ayah kira, buah yang belum matang itu tidak banyak memberikan manfaat bagi manusia. Oleh karena itu, tunggulah beberapa saat hingga buah itu matang dan kita dapat mengambil manfaat darinya.” Begitu nasihatnya.
Dari uraian kisah di atas, kita dapat mengambil makna bagaimana seseorang perlu bersabar dalam meraih kesuksesan. Sabar dalam pengertian ini adalah memahami apa (what), kapan (when), di mana (where) dan bagaimana (how) sebuah keputusan itu diambil. Selama ini, hidup kita lebih banyak didominasi oleh keputusan-keputusan yang dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat materi semata tanpa memahami akibat yang ditimbulkan. Mencari pekerjaan bertujuan untuk mendapatkan uang, mendirikan usaha bisnis juga untuk memperoleh uang, termasuk mencari ilmu (saat ini) entah itu kuliah S-1, S-2, atau S-3 tidak jauh dari tujuan utama untuk menghasilkan uang. Singkatnya, uang saat ini sudah menjadi tujuan utama dalam hidup. Bahkan, karena uang, orang menjadi jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kesabaran.
Empat tahun seseorang dididik, diajarkan, dan dilatih untuk bisa menjadi seorang sarjana. Atribut sosial kesarjanaan selalu identik dengan status sosial. Ketika orang menjadi sarjana, maka ia sudah masuk di kelas menengah. Status sosial inilah yang mestinya disikapi secara cerdas oleh para mahasiswa kita saat ini. Jika tujuan utama kuliah adalah masih mencari kerja, maka yang ia dapatkan pun adalah kekecewaan. Barisan pengangguran yang terus bertambah jumlahnya tiap tahun memberi pelajaran berharga pada kita semua betapa kuliah ternyata tidak mampu menjawab masalah pengangguran. Kondisi ini mesti disikapi secara cerdas oleh para calon sarjana kita jika hendak lulus kuliah.
Ada tiga cara efektif dan cerdas agar kita tidak tergantung sebatas mencari kerja. Namun, setelah kuliah harus bisa menciptakan lapangan kerja. Cara cerdas ini antara lain: Pertama, mulailah dengan cinta. Mengapa cinta? Karena, dengan punya cinta maka segalanya akan terasa lebih mudah dan ringan. Jika Anda cinta musik, Anda punya peluang (opportunity) besar untuk buka usaha studio musik. Jika Anda cinta automotif, Anda punya peluang besar untuk membuka bisnis bengkel atau cuci motor/mobil.
Jika Anda cinta memasak, maka Anda punya peluang besar untuk buka usaha rumah makan, restoran, atau kursus memasak. Jika Anda cinta menulis, maka Anda punya peluang besar untuk buka usaha kursus jurnalistik. Termasuk jika Anda cinta bahasa asing, maka Anda punya peluang besar untuk buka kursus bahasa asing. Dengan cinta itulah, minat dan hobi bisa berubah menjadi bisnis yang menggiurkan. Cobalah Anda mencintai apa yang menjadi minat dan hobi Anda.
Kedua, tindak lanjuti dengan aksi. Artinya, perlu tindakan konkrit. Mencintai sesuatu tidak akan bermakna jika tidak ada langkah nyata. Wirausaha membutuhkan semangat aksi. Saya menganut ajaran: “Lakukan dulu, soal perencanaan dan lain sebagainya bisa dikerjakan belakangan.” Jika belum apa-apa sudah takut ini takut itu, maka bisnisnya tidak akan pernah jadi. Karena, sebenarnya ketakutan itu diciptakan sendiri oleh kita, bukan orang lain. Ketiga, buktikan dengan budi pekerti. Artinya, setelah cinta mewujud menjadi aksi, maka wirausaha perlu budi pekerti yang baik. Berbisnis perlu aturan main yang baik, tidak boleh sikut sana sikut sini. Kejujuran dan keramah tamahan pada para konsumen akan semakin memikat dan mengikat mereka untuk kembali lagi bertransaksi dengan kita.
Tidak ada yang instant
Saya bertanya kepada beberapa teman mahasiswa semester akhir “Apa tujuan kalian setelah kuliah ini selesai dan kalian jadi sarjana?” “Ya jelas kerja dong...” ini jawaban spontan. “Kerja apa dan di mana?” “Apa saja, kalau bisa sih yang sesuai dengan bidang Saya. Kalau nggak dapat, pekerjaan lain juga tidak masalah. Yang penting kerja dan dapat gaji.”
Maksudnya jelas, mereka akan mencari kerja, dalam arti mencari pekerjaan di perusahaan siapa saja dengan pekerjaan apa saja kalau tidak ada yang pas, yang penting dapat gaji, uang. Itu adalah cita-cita mereka. Selama Saya ngobrol dengan teman-teman mahasiswa jarang sekali Saya mendapatkan jawaban, bahwa setelah kuliah ini mereka akan membuat atau menciptakan sesuatu. Menjadi peneliti tentang pendidikan misalnya, kemudian merombak sistem pendidikan yang sering di katakan oleh para pakar pendidikan sebagai tidak betul, tetapi si pakar itu sendiri tidak pernah membetulkan. Atau misalnya menjadi pencipta dan penemu yang berhubungan dengan pendidikan formalnya, katakanlah seorang Sarjana Ekonomi jurusan manajemen yang menjadi suatu sistem manajemen terbaru, yang bisa mengatasi kesenjangan manajemen di suatu kantor yang khas sistem keluarga. Atau seorang lulusan akuntansi yang menemukan suatu sistem tertentu untuk menangkal pungli dan praktik under the table. Penemu, pencipta, dan peneliti biasanya justru menjadi pekerjaan para pengangguran yang terpaksa mengaku diri sebagai peneliti, pencipta dan penemu supaya tidak di katakan pengangguran. Para fresh graduate lebih senang menjadi kuli untuk membenarkan ungkapan yang ada di jaman penjajahan, van volk van koelies en koeli onder de volken! Bila ditanya mengapa kok begitu, jawabannya pasti seragam, masalah modal dan pengalaman. “Saya kan nggak punya modal.” “Saya kan nggak punya pengalaman.” Itulah ungkapan golongan Ekonomi bawah. Bagi yang kelas Ekonominya agak ke atas, jawabannya juga seragam, “Ayah kan udah uzur, jadi kita dong yang mesti menggantikan ayah mengurus usaha keluarga.” Susah-susah sekolah sampai ke Amerika, setelah pulang cuma jadi bos bengkel mobil atau ngurusin perusahaan angkutan truk kelas local. Mahasiswa kita didik oleh profesor dan para pakar yang memakai sistem dogma, betul salah, dan memorisasi. Jadi tidak salah kalau mereka lulus dan memulai hafalannya dengan “mencari kerja” sebagai kuli dan bukan penemu. Para pakar mengatakan dengan bahasa halus bahwa mahasiswa kita tidak siap pakai. Memangnya Mau di pakai untuk apa? Apa ungkapan “tidak siap pakai” itu tidak salah? Bila para mahasiswa tadi seharusnya siap pakai, apa itu tidak berarti menjadi kuli? Apa memang kita produsen kuli dan di takdirkan menjadi bangsa kuli seperti ungkapan kuno itu? Kalau para pakar mengetahui bahwa mahasiswa “tidak siap pakai”, mengapa mereka tidak berusaha mengubah tatanan pendidikan yang diajarkannya agar para mahasiswa itu “siap pakai”, sehingga paling tidak bisa menciptakan kuli yang tidak menganggur?
Lalu muncullah jawaban klise dari para pakar, “Mengubah struktur atau sistem pendidikan itu bukan hal mudah, harus melewati prosedur dan birokrasi, kita tidak bisa seenaknya mengubah suatu yang sudah mapan begitu saja …” Kalau para pakar tetap dengan budaya prosedur, birokrasi, dan minta petunjuk, mohon perkenan, sampai kapanpun keadaan tetap sama. Mengubah struktur dan sistem pendidikan bukanlah seperti yang sering dikatakan para pakar di forum seminar dan lokakarya di hotel mewah atau ruang pertemuan bergengsi lembaga pendidikan. Mengubah struktur dan sistem pendidikan di mulai dengan mengubah cara berpikir para pendidik itu sendiri dan cara berpikir kita dengan pola yang tidak hanya didominasi oleh otak kiri. Bukan dengan mengubah anak didik kita atau mengubah kurikulum melalui seminar atau lokakarya. Mengubah cara berpikir kita sendiri yang berprofesi pendidik adalah yang terutama dan terpenting. Ini sama sekali tidak berkaitan dengan soal gaji guru yang kecil dan masih di potong di sana sini, juga tidak berurusan dengan kondisi politik atau siapa presiden atau menteri pendidikannya. Ini hal yang sangat pribadi, sangat personal, tiap orang bersedia dan Mau mengubah cara berpikir dirinya sendiri. Itu saja, sudah lebih dari cukup. Bila dulu seorang guru berpikir menjadi guru adalah sebuah pekerjaan, sekarang ubahlah pikiran itu bahwa menjadi guru adalah sebuah misi, sebuah kebahagiaan meskipun harus dijalani dengan banyak keprihatinan. Ini kurang lebih sama dengan pengabdian seorang abdi dalem kraton di Jawa Tengah. Pengabdian adalah sebuah anugrah, derita fisik dan materi bukanlah apa-apa dibandingkan dengan kesempatan mengabdi kepada raja. Bila profesi guru, dosen, dan pengajar masih menjadi sebuah pekerjaan dan bisnis, selama itu pula mahasiswa kita akan lulus dengan titel “tidak siap pakai”. Profesi guru, dosen dan pengajar seharusnya menjadi sebuah ritual yang menciptakan kebahagiaan dan kualitas hidup bagi pelakunya. Itulah upah pokok seorang guru, dosen, atau pengajar. Sekolah di luar negeri bukanlah solusi selama tatanan dan pola pikir sedari lahir sampai menjelang dewasa tetap dengan tatanan khas yang kita dapat secara umum di negara kita. Dominasi otak kiri kita sudah berjalan cukup lama melewati beberapa generasi, ini di turunkan dan di wariskan lewat berbagai cara secara intensif detik demi detik oleh rata-rata masyarakat kita. Apakah itu bisa berubah begitu saja secara instant melalui pembelajaran atau perubahan kurikulum? Kebiasaan menghafalkan pelajaran atau diktat (yang gunanya dalam kehidupan patut dipertanyakan), sadar tidak sadar melekat kuat bagai lintah. Kebiasaan matematika-ria setiap saat di setiap cela kehidupan, apapun itu, juga cukup erat juga bagaikan kebudayaan dan kultur. Bahkan kepada Tuhan pun masyarakat kita sangat sering ber-matematika-ria, bila hari ini Saya berbuat sesuatu yang kurang lebih berdosa atau melanggar sesuatu larangan menurut kitab suci, maka Saya harus berdo’a begini dan berbuat begitu supaya dosa tersebut diampuni. Soal individu lain yang kita rugikan melalui perbuatan yang tadi kita mintakan pengampunannya itu, apakah kita juga akan meminta maaf dan mengganti kerugian? Tidak perlu karena kita sudah “diampuni” Tuhan. Benarkah demikian? Manusia berdo’a demi sebuah kapling di surga, dan ini adalah kenyataan yang bisa kita lihat sehari-hari. Manusia sudah berbisnis dengan Tuhan. Dan Tuhan menjadi pengusaha properti berlabel The Heaven Real Estate. Untuk ini hampir semua unsur dan berbagai sektor kehidupan harus ikut bertanggung jawab. Keadaan seperti ini tidak mungkin kita ubah secara instant menjadi lebih baik dan menjadi lebih seimbang cara berpikirnya. Saat ini ada puluhan juta orang Indonesia menjadi pengangguran, sementara para pejabat serta pakar berkoar soal iklim yang kondusif, bagaimana menarik investor, bagaimana mendapat utang luar negeri dan IMF. Reformasi dan demokrasi sekarang artinya menjadi lain dan sangat bias: bebas menjarah, bebas membakar-bakar, boleh berdemo di mana saja, boleh memaki-maki siapa saja, boleh membakar hidup-hidup seorang pencuri ayam atau sepeda motor. Dan, ini aneh, di balik itu semua kita berusaha mendapatkan label sebagai Manusia-Manusia religius. Mengubah cara pikir bukanlah dengan agama atau kurikulum tetapi dengan mengubah diri, melakukan perjalanan ke dalam diri dan mengenal spiritualitas sebagai spiritualitas. Ini yang sulit karena kita harus berani belajar tanpa lembaga, tanpa titel, dan tanpa harapan akan mendapatkan apa-apa. Tindakan ini suatu perjalanan petualangan yang akan menempuh gurun pasir terpanas, sungai dan lautan terganas, tetapi juga sekaligus sebuah hutan misterius yang begitu alamiah dan wangi khas hutan. Tanpa harapan adalah hal terpenting yang akan menjadi tajuk awal perjalanan kita. Yang selanjutnya adalah pemahaman pada proses dan ketidakpedulian pada hasil akhir. Ini adalah deretan syarat untuk memulai perjalanan panjang tentang pemberdayaan diri dan mengembangkan kemampuan otak kanan. Apakah Anda siap untuk memulai pelajaran ini? Tulisan ini tidak akan menjadikan Anda orang hebat atau sukses dalam segala bidang, apalagi seorang pintar yang jenius. Penulisnya pun bukan orang istimewa yang pintar dan jenius. Tulisan ini dibuat sebagai sebuah catatan perjalanan, sebuah catatan harian dan memoar untuk mengenang perjalanan panjang yang belum selesai. Tulisan ini hanya akan menggelitik Anda untuk memulai perjalanan dan kemudian menemani di sepanjang perjalanan itu. Bukan membimbing! Bukan! Bila diinginkan label yang lebih jelas, paling-paling tulisan ini hanya akan menjadi seorang pelayan, seorang pembantu yang siap melayani Anda di dalam perjalanan. karena itu Saya menunggu Anda memulai perjalanan yang tidak bisa instant ini.
Ketiga cara yang telah dikemukakan di atas bisa dibuat formula sebagai berikut. Ibarat rumah, cinta adalah fondasi, tiangnya adalah aksi, atap-atapnya adalah budi pekerti. Karena itulah, untuk mereka yang akan lulus kuliah, melangkahlah dengan kaki keyakinan untuk menciptakan lapangan kerja dan tidak lagi mencari kerja. Jangan takut gagal, karena kegagalan adalah pintu memasuki keberhasilan. Selamat mencoba. Bagaimana menurut Anda?
tulisan ini menjadi juara III lomba artikel yang di buat oleh Majalah Sinarpost USM, tanggal 19 Ramadhan 1429 H.
penulis dapat di hubungi di uo83_lanteng@yahoo.com atau 08126916362
***

Selasa, September 09, 2008

RAMBUTAN, BISA MENGATASI UBAN

Oleh : Sumardi Evulae Musim rambutan telah tiba. Berbagai jenis rambutan mulai dari ropiah, simacan, sinyonya, lebak bulus, dan rambutan Binjai, mulai masuk ke pasar buah. Dari segi rasa, juga bermacam-macam. Ada yang manis sekali, agak manis, asam, asam manis dan lainnya. Selain itu juga ada yang bisa dimakan hingga meninggalkan bijinya saja, atau sisanya masih lengket di biji buah.
Menurut siklusnya, rambutan seharusnya berbunga pada musim kemarau dan membentuk buah pada musim hujan. Tepatnya sekitar November sampai February. Namun sekarang, rambutan tidak memiliki bulan yang tepat untuk berbuah. Perubahan iklim dan cuaca, telah memporak porandakan siklus berbuahnya rambutan.
Fenomena itu bisa dilihat saat ini. Di mana rambutan sudah berbuah dan dijual bebas di pasar, sekitar bulan Juni dan Juli. Musim buah yang berangan dengan durian, membuatnya menjadi buah-buahan alternatif yang bisa dinikmati pada bulan Juni dan Juli.
Rambutan sebenarnya memiliki khasiat yang lebih hebat daripada rasa buahnya yang manis. Hampir seluruh bagian tubuhnya berkhasiat obat sebutlah daun, kulit, akar, kulit buah dan lainnya.
Tumbuhan yang bisa diperbanyak dengan biji, okulasi atau dicangkok ini, menurut penelitian memiliki banyak kandungan kimia. Di mana buahnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, fosfor, besi, kalsium, dan vitamin C.
Adapun kulit buahnya, diketahui mengandung tannin dan saponin. Sementara bijinya mengandung lemak dan polifenol. Dan daunnya, juga diketahui mengandung tannin dan saponin, flavonoida, petic substances dan zat besi.
Pohon rambutan banyak dikebunkan masyarakat, untuk keperluan mendapat keuntungan saat musim buahnya tiba. Walau tak jarang juga, ditemukan tubuh liar di semak belukar, ataupun di hutan.
Tumbuhan tropis ini, memang suka iklim yang lembab, dengan curah hujan tahunan paling sedikit 2.000 mm. Rambutan aman di tanam di dataran rendah, hingga ketinggian 300 sampai 600 meter dari permukaan laut.
Pohon rambutan mudah dikenali dengan tingginya yang mencapai 15 sampai 25 meter. Ia termasuk tumbuhan dengan percabangan yang banyak. Dari segi daun, termasuk majemuk menyirip, dengan letaknya yang berseling dengan anak daun 2-4 pasang.
Helaian anak daunnya bulat lonjong, panjang runcing dengan tepi rata. Pertulangannya menyirip, dengan letak berselang seling. Anak daunnya bulat lonjong, dengan panjang 7,5 – 20 cm dan lebar 3,5 -8,5 cm. Ujung dan pangkalnya meruncing, tepi rata dan tangkainya silindris. Adapun warnanya, hijau dan kerap kali mengering.
Jika berbunga, akan tampak bunganya yang tersusun pada tandan di ujung ranting. Baunya harum, kecil-kecil, dengan warna bunga hijau muda. Bunga jantan dan bunga betina, tumbuh terpisah dalam satu pohon. Buah bentuknya bulat lonjong, dengan panjang 4-5 cm, dengan duri tempel yang bengkok, lemas sampai kaku.
Kulit buahnya berwarna hijau sewaktu kecil, kemudian menjadi kuning atau merah kalau sudah masak dinding buahnya tebal, dengan rasa yang khas. Sementara bijinya berbentuk elips, terbungkus daging buah berwarna berwarna putih transparan yang dapat dimakan dan banyak mengandung air, rasanya bervariasi dari masam sampai manis. Kulit biji tipis berkayu.
Walaupun lebih banyak digunakan untuk dimakan buahnya, beberapa bagian dari pohon rambutan memiliki khasiat yang penting bagi kesehatan. Seperti kulit buah, yang dikenal bisa digunakan sebagai penurun panas. Adapun bijinya yang sering dibuang atau dibibitkan kembali, berguna untuk menurunkan kadar gula darah (hipoglikemik).
Untuk keperluan obat-obatan, bagian tanaman yang bisa dimanfaatkan adalah bagian kulit buah, kulit kayu, daun, biji dan akarnya. Secara turun-menurun, kulit buah dikenal bisa mengobati disentri dan demam. Sementara kulit kayu, bisa digunakan untuk mengatasi sariawan. Adapun daun bisa dimanfaatkan untuk mengatasi diare dan juga bisa menghitamkan rambut.
Tidak sampai di situ saja, akar rambutan juga menyimpan khasiat obat. Ia bisa dimanfaatkan untuk mengatasi demam, yang sering membuat terhambatnya berbagai aktivitas. Begitu juga bijinya, juga baik digunakan untuk mengatasi kencing manis (diabetes melitus).
Jika tertarik menggunakan rambutan sebagai sarana pengobatan alami, maka untuk obat yang diminum, tidak ada dosis yang dapat merekomendasi. Baiknya minta sarana pada yang sudah berpengalaman dengan ramuan dari rambutan. Sementara untuk pemakaian luar, gilinglah daunnya sampai halus, lalu tambahkan sedikit air. Gunakan air perasan untuk menghitamkan rabut yang beruban.
Beberapa ramuan yang bisa diikuti, seperti untuk mengobati disentri. Segeralah cuci kulit buah rambutan (10 buah), potong-potong seperlunya. Tambahkan tiga gelas minum air bersih, lalu rebus airnya, hingga tersisa separuhnya. Setelah dingin, saring dan minum sehari dua kali, masing-masing tiga per empat gelas.
Bagi yang menderita demam, juga cuci kulit buah rambutan yang telah dikeringkan (15 g). Tambahkan tiga gelas air bersih, lalu rebus sampai mendidih selama 15 menit. Setelah dingin, saring dan minum 3 kali sehari, masing-masing sepertiga bagian.
Nah bagi yang ubanan, mudah-mudahan ramuan ini bisa membantu. Segeralah cuci daun rambutan secukupnya, lalu tumbuk sampai halus. Tambahkan sedikit air sambil di aduk merata sampai menjadi adonan seperti bubur. Peras dan saring dengan sepotong kail. Gunakan air yang terkumpul untuk membasahi rambut kepala. Lakukan setiap hari sampai terlihat hasilnya.
Bagi penderita kencing manis, gonseng atau bakarlah di atas kuali biji rambutan (lima biji), lalu giling sampai menjadi serbuk. Seduh dengan satu cangkir air panas. Setelah dingin, minum airnya sekaligus. Lakukan 1-2 kali sehari. Untuk sariawan, cucilah kulit kayu rambutan (tiga ruas jari) lalu rebus dengan 2 gelas air bersih, sampai tersisa satu gelas. Gunakan untuk berkumur selagi hangat.
Ramuan daun rambutan juga bagus untuk mengeluarkan penyakit campak. Remaslah daun rambutan, sampai airnya hijau. Saring lalu campurkan dengan telur yang sudah dikocok. Tambahkan air soda, aduk hingga menyatu. Lalu minum dalam satu hari tiga gelas air ramuan. Insya Allah hasilnya akan segera tampak dengan keluarnya penyakit campak.
Memandang banyaknya khasiat rambutan, maka tentunya ia bisa memberi manfaat sepanjang waktu. Jadi kalau tidak lagi musim buah, maka olahlah daun rambutan untuk keperluan komersial. Khasiat yang nyata, tentunya akan membuat banyak orang beralih pada pengobatan alami dengan herba rambutan.

Rabu, Agustus 13, 2008

BANGKITLAH HMI

Catatan Perjalanan kongres XXVI 28 July - 05 Agustus 2008 di Kota Palembang Oleh: Sumardi Evulae Kepala Badan Pengelola Latihan HMI cabang Kota Jantho
Tidak terasa, kita telah memasuki tahun Kelahiran HMI yang ke-61, dan selama itu pula, kita telah mengalami pergantian Pucuk Pimpinan organisasi, baik di tingkat Pengurus Besar, BADKO, Cabang, bahkan komisariat, sebanyak dua puluh enam kali sudah di adakan kongres. Namun, sampai hari ini, cita-cita HMI yang didengung-dengungkan, yakni kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan diridhai Allah belumlah tercapai. Apalagi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sejak krisis multy dimensi pasca reformasi tahun 1998, kita belum bisa bangkit dari keterpurukan sepenuhnya.
Padahal, sampai tahun 2008 ini, organisasi lain yang sama-sama terkena imbas krisis seperti PII dan berbagai Ormas Islam lainnya, telah mampu bangkit kembali. Namun, HMI yang sangat kita cintai ini masih terus menggeliat berusaha untuk bangkit.
Agaknya, karena HMI merupakan organisasi kader dengan misi ke-Islaman dan ke Indonesiaan membuat organisasi ini bisa bertahan melintasi zaman pasca kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman, gerakan kader HMI nyaris tak bergema dalam membangun bangsa dan menyikapi persoalan agama. Padahal usia 61 tahun seyogyanya membuat organisasi ini semakin dewasa dan berwibawa. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa HMI mengalami idealisasi dan romantisasi masa lalu. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kejayaan HMI hanya sebuah mitos. Dan, tampaknya popularitas HMI saat ini lebih dikarenakan kiprah para alumninya. ”Nikmatnya” ber-HMI lebih dirasakan oleh para kader yang kini telah menjadi alumni, sanjungan dan pujian terhadap kader-kader HMI acap kali menjadi bahan diskusi menarik di kalangan alumni. Sementara gerakan kader saat ini, lebih menjadi “kerinduan” orang-orang yang bangga terhadap HMI dalam menyikapi perkembangan bangsa dan agama. Lalu, Bagaimana dengan kader-kader saat ini? Tegasnya, eksistensi HMI mulai dipertanyakan di era serba terbuka saat ini.
Saat ini, jika dibandingkan dengan Organisasi-organisasi Islam lainnya, kita tertinggal. Bahkan, bisa dikatakan kita telah mengalami sejumlah kemunduran, seperti Bakti sosial untuk umat, Wawasan keilmuan, politik, diskusi-diskusi ilmiah, menulis, sosial budaya dan berbagai tradisi intelektual lainnya. Belum lagi masalah mutu sumber daya manusia atau dalam istilah kita disebut kader, korupsi, kepemimpinan yang tidak amanah, tanggung jawab organisasi tidak ada, primordialisme, pertikaian, sikap-sikap kita yang tidak mencerminkan intelektual-Islam dan segudang masalah, masih menumpuk untuk kita selesaikan bersama. Tentu, untuk mencapainya, kita butuh perjuangan yang panjang.
Idealnya, pola perkaderan HMI diarahkan untuk membantu pengembangan kepribadian kader secara integral dan komprehensif dengan menyentuh berbagai potensi yang dimilikinya. Tegasnya, pola perkaderan mampu memberikan kontribusi yang berharga dalam pembinaan kader sehingga memiliki multi kecerdasan, baik dalam intelektual, sosial, emosional, spiritual, terutama kecerdasan religius. Dengan demikian akan terlahir kader yang memiliki lima kualitas insan cita yang tidak hanya berilmu tetapi memiliki kepribadian yang akhlaqul karimah. Itulah potret muslim kaffah alias insan kamil atau manusia paripurna yang mesti dituju dan berupaya semaksimal mungkin untuk meraihnya, sebab HMI adalah organisasi yang berazaskan Islam. Walaupun pengurus dan banyak pihak telah berusaha memperbaiki, namun, ternyata kita masih membutuhkan mental luar biasa untuk bangkit dari semua keterpurukan ini.
Memang, tidak mudah untuk mewujudkan pola perkaderan yang baik. Segala komponen perkaderan mesti mendukung prosesnya. Instruktur selaku “pendidik” dituntut mampu menjadi teladan dari berbagai aspek, baik dari segi keilmuan, keimanan, maupun pengalamannya sehingga menjadi motivator dan inspirator bagi calon kader untuk menjadi insan terbaik. Hal lainnya adalah materi yang di tawarkan dalam perkaderan. Tidak hanya berkenaan dengan materi keorganisasian semata, tetapi lebih dari itu diharapkan memperkaya wawasan para kader HMI tentang ayat-ayat Allah SWT, baik mengenai ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Hal ini sangat penting mengingat bahwa kader HMI berasal dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, dari Perguruan Tinggi Agama Islam dan dari Perguruan Tinggi umum.
Sehingga kader HMI minimal tidak juga ikut terjebak dengan virus TBC (Tahayul, Bid’ah, Churafat) di mana virus ini terus mewabah ke berbagai elemen termasuk kampus. Justru kader HMI diharapkan untuk bisa memberikan pemahaman Islam yang benar kepada umat. Di usianya yang kesekian tahun ini, HMI mesti melakukan reorientasi terhadap gerakan dan pola perkaderan HMI. Meskipun HMI telah memiliki tujuan dan visi yang jelas, akan tetapi perlu mengambil langkah yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut. HMI ditantang dan di tuntut untuk mampu memenuhi kebutuhan umat dalam konteks ke-kinian dan ke-disinian. Untuk memenuhi harapan tersebut, HMI harus mampu menginterpretasikan spirit perjuangan Lafran Pane sesuai kebutuhan saat ini. Kehidupan beragama umat Islam, misalnya masih banyak problem yang belum terselesaikan bahkan semakin rumit. Tidak hanya ajaran agama yang terkena TBC saja, bahkan penyimpangan aqidah yang sangat prinsip dan krusial pun mengancam kehidupan umat. Munculnya aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan ajaran Islam merupakan contoh konkrit yang terjadi saat ini. Begitu juga dengan degradasi moral yang tidak hanya dialami oleh masyarakat awam, tetapi kalangan intelektual muda di kampus juga bisa terjadi.
Jika Lafran Pane gelisah dengan anggapan mahasiswa di masanya yang di anggap modern dengan berdansa, maka kader HMI saat ini seyogyanya turut gelisah dengan kondisi kaum muda yang menjadi korban budaya asing, pemahaman Islam dengan menerima mentah-mentah kata “dewan suro” serta makna kebebasan yang kebablasan atau yang serupa dengannya.
Karena itu, menurut saya, agar dapat bangkit dan memperbaiki HMI, kita butuh komitmen setiap Kader HMI untuk menghidupkan kembali roh atau jiwa ke-Indonesiaan dan ke-Islaman kita! Hanya dengan kesadaran dan bangkitnya jiwa ke-islaman dan ke-Indonesiaan, akan muncul kekayaan mental atau semangat kebersamaan untuk berjuang secara alami menegakkan kepercayaan yang benar yakni dalam Dinul Islam.
Sehingga, kita sadar tantangan yang kita hadapi hari ini adalah tanggung jawab kita bersama. Hanya dengan perubahan sikap mental yang dimulai dari dalam diri, maka perubahan signifikan akan terjadi.
Dengan begitu, semangat juang HMI untuk Islam akan muncul di sanubari setiap kader HMI. Lewat proses perjuangan dan kerja keras bersama, saya yakin, HMI akan mampu tegak kembali, mandiri, maju, dan sejajar dengan organisasi-organisasi lainnya di Indonesia maupun dunia. HMI harus berani melakukan berbagai inovasi dan reformasi baik dalam sistem perkaderan, sistem pembinaan organisasi, struktural organisasi dan hal lainnya yang berkaitan dengan tetap mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan. Jika di masa lalu kader HMI lebih dikenal sebagai kader yang pandai be-retorika, kecerdasan intelektual tinggi, mudah bersosialisasi, lihai berpolitik, dan sebagainya, maka saat ini keahlian itu tidak hanya sampai di situ saja. Lebih dari itu, kader HMI dituntut untuk memiliki lima Kualitas Insan Cita yang pada dasarnya menginginkan pengembangan kepribadian yang sehat dengan membangun multy kecerdasan.
Akhir kata, untuk kita renungan setiap insan HMI: Tak peduli bagaimana pun ganasnya badai kehidupan. Tak peduli bagaimana pun beratnya tantangan hidup. Semua cobaan itu tak kan mampu menggoyahkan seseorang yang memiliki keteguhan, kemauan, dan keyakinan. Tanpa ada upaya seperti itu, bisa jadi eksistensi HMI tak lagi bernyali, pengabdian terhadap agama dan bangsa akan terhenti mati dan kebesaran HMI hanya tinggal di prasasti.
YAKIN USAHA SAMPAI!!!

SEBAET PUISI BUAT DINDA TEDY

“Mentari” Kala pagi tiba Engkau hadir Menjadi sumber kehidupan Alam Raya Dan Isinya Cahayamu yang kemilau adalah kehidupan Tanpa sinar emasmu yang membakar kulit… Dunia serasa sepi tak berarti Selamat Atas Prestasi Akademik Dinda Eva Yang Ruar Biasa,… Semoga senantiasa jadi yang terbaik Kapanpun dan di manapun! Ku yakin Dinda bisa! Jadilah mentari yang setia memberi kehidupan Jagad raya merindukan mu, Duhai Mentari … Koeta Raja, 15 Jumadil Awal 1429 H “UO”

5 CARA ISLAM BERKEPRIBADIAN MENYENANGKAN

Menjadi Pribadi Yang Penuh Daya Tarik Oleh : Sumardi Evulae[1]
Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa) Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu. (QS;04:86)
Untuk memiliki kepribadian menyenangkan bukanlah sesuatu yang sulit, yang pasti banyak jalan memperolehnya. Namun yang terpenting adalah adanya kemauan dalam diri kita untuk memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sebab dengan memiliki kepribadian ini bukan hanya dapat mempengaruhi kesehatan jasmani dan rohani orang yang memilikinya, akan tetapi ia juga akan mendapatkan orang lain merasa nyaman berada di sisinya. Memiliki kepribadian yang menyenangkan bukan saja harus dimiliki oleh seorang da’i yang setiap hari tugasnya adalah menyampaikan risalah dakwah kepada masyarakat, namun juga oleh siapapun, dan pada profesi apapun. Sebab pada hakekatnya manusia di manapun sama, ia akan tertarik pada sesuatu yang ia lihat menyenangkan, dan akan lari dari sesuatu yang terlihat menjengkelkan.
Betapa senangnya hati kita, ketika kita mendapatkan banyak orang yang menghargai kita, menghormati kita, memperdulikan kita, namun bukan karena ada apa-apanya, tetapi semata-mata karena kita memiliki kepribadian yang menyenangkan. Sungguh sangat sengsara seseorang yang senantiasa mendapatkan pujian banyak orang, sanjungan, perhatian, penghargaan, dan lain-lainnya hanya karena orang-orang tersebut takut akan ketidakstabilan emosinya yang kemungkinan bakal mengancam masa depan hidupnya. Percayalah bahwa semua hal yang dia dapatkan berupa sanjungan itu hanyalah semu belaka dan tidak akan bertahan lama. Hal ini karena pujian itu tidak keluar dari dalam hati yang paling dalam, karena ia muncul bersamaan dengan adanya kepribadian yang tidak menyenangkan.
Ada 5 (lima) cara islami yang di ajarkan Rasulullah SAW bagaimana memiliki kepribadian yang menyenangkan:
Pertama Memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan orang lain; salah satu sifat seorang muslim yang berjiwa besar adalah, dalam dirinya selalu tersimpan rasa ingin selalu berkhidmat kepada orang lain dan bukan meminta dikhidmati oleh orang lain. Karena ia merasa yakin bahwa sebanyak itu ia memberikan perhatian kepada orang, sebanyak itu pula ia akan mendapatkan perhatian dari orang lain. Orang lain tak ubahnya sebagai refleksi dari pada diri kita sendiri. Pepatah Melayu mengatakan “Jika buruk wajah jangan lalu cermin di pecah” tetapi perbaikilah bentuk dan raut wajah, niscaya cermin itu dengan sendirinya akan mengeluarkan pantulan yang indah. Nah, salah satu yang dapat memantulkan bayangan indah dari cermin orang lain itu adalah perilaku kita yang senantiasa ingin memperlihatkan apa yang menjadi kebutuhan orang lain. Tidak ada yang dapat membahagiakan hati kita, kecuali jika kita telah benar-benar membantu dan meringankan beban orang lain, tentu dengan satu keyakinan bahwa Allah SWT akan senantiasa meridhai segala apa yang kita perbuat.
Ada satu hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Dawud, di mana Nabi bersabda; “Barang siapa yang diserahi amanat untuk mengurus kebutuhan umat, namun ia lalai atau tidak memperdulikan kebutuhan, kepentingan dan keterdesakan mereka, maka Allah SWT akan memperlakukannya sama dengan tidak akan memperdulikan kebutuhan, kepentingan dan keterdesakannya di hari akhirat kelak”.
Kedua Lemah lembut dan dapat mengontrol emosi; dalam hidup ini terkadang dalam hati kita sudah tertanam untuk tidak melakukan perbuatan buruk yang bakal merugikan orang lain, namun perbuatan buruk itu bisa jadi muncul dan orang lain. Ada saja perbuatan orang lain yang membuat kita merasa jengkel dan panas hati, boleh jadi perbuatan tersebut disengaja atau tanpa disadarinya. Seseorang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan, ia tidak lantas main hantam dan menyalahkan secara kasar. Namun yang ia lakukan adalah memberikan masukkan secara bijak dan penuh kearifan. Boleh jadi dengan kearifannya ini akan membekas di hati orang yang erbuat salah kepadanya, sehingga di hari kemudian orang tadi menjadi orang yang selalu merasa takut berbuat kesalahan sekecil apapun berkat nasihat dan masukkan yang arif tersebut.
Sungguh besar pahala kita jika kita mampu merubah jalan hidup orang lain hanya semata-mata sikap lemah lembut dan kemampuan kita mengontrol emosi itu. Ketimbang, jika yang kita lakukan adalah memaki dan memarahinya seolah-olah tidak ada kata maaf dan introspeksi dalam kamus diri kita. Rasulullah SAW adalah tauladan yang paling baik, bagaimana beliau bersikap terhadap orang ‘ndeso’ yang pernah menjambak selendang beliau di tengah orang banyak secara kasar, sampai-sampai akibat jambakkan tersebut leher Rasulullah SAW merah memar. Lalu orang itu dengan keras berkata, “Wahai Muhammad berikanlah sebagian harta yang kau miliki…” Para sahabat yang ada di sekitar Nabi ingin marah, tapi sikap Rasulullah SAW ketika itu malah memberikan senyumannya kepada orang itu, lalu dengan penuh kasih sayang beliau berikan selendang yang beliau punya kepada orang tadi.
Ketiga Mampu memberikan reward dan empatik kepada orang lain; salah satu ciri orang yang memiliki kepribadian yang menyenangkan adalah ia mudah memberikan reward atau penghargaan berupa pujian tulus kepada orang yang telah berbuat baik sekecil apapun. Kata-kata seperti, “oh, memang betul-betul hebat kamu ya” atau “wah, coba kalau tidak ada kamu tadi, bisa lain urusannya”, dan lain-lain yang menggambarkan bahwa kita benar-benar dapat menghargai karya cipta orang lain. Coba kita bandingkan dengan ungkapan berikut, “ah, kalau itu sih siapa juga bisa”, atau “yah, lumayan lah nggak jelek-jelek banget sih” dan yang semisalnya. Betapa kata-kata ini menampakkan kita belum dapat menghargai apa yang dilakukan orang lain. Coba kita lihat bagaimana Rasulullah SAW ketika ada seseorang yang sedang berbicara dengannya, maka dengan penuh khusuk beliau hadapkan badan, telinga, dan matanya untuk memperhatikan lawan bicaranya, dan tidak pernah beliau memotong pembicaraan orang tersebut, sampai ia benar-benar telah selesai dari pembicaraannya. Hal ini batapa Beliau mengajarkan kepada kita untuk selalu menghargai orang lain dan inilah caranya agak kita dapat memiliki kepribadian yang menyenangkan sehingga orang lain merasa nyaman berada di sisi kita.
Keempat Tidak memalingkan muka kepada orang yang suka maksiat; Dalam lingkungan kita terkadang ada orang yang di anggap sampah masyarakat. Kegemarannya adalah mencari keonaran dan banyak orang yang dalam menghadapi orang semacam ini, malah mengucilkannya. Sampai-sampai ada kesepakatan untuk tidak melakukan hubungan dengan orang tersebut. Sebagai seorang muslim yang kuat, yang tentunya memiliki keyakinan akan adanya kebaikan dalam diri orang tersebut, kita tidak boleh secepatnya memutuskan hubungan dengannya.
Akan tetapi kita berusaha untuk selalu mencari celah mengajaknya kembali kepada jalan yang benar. Bahkan harus kita ciptakan strategi yang dapat membuatnya luluh untuk menjauhi perbuatan-perbuatan yang tercela tersebut. Terkadang untuk mewujudkan hasil ini, perlu sesekali kita mengikuti dunia hitam yang orang tersebut geluti seperti dunia malam, hiburan, perjudian, dan lain-lain… namun ada satu misi yang kita lakukan, yakni kita akan merubah jalan hidup orang tersebut sekiranya kita telah berhasil meraih hati orang tersebut.
Ada satu contoh yang menarik dari cara dakwah seorang wali songo yang ikut menggunakan wasilah musik dan kesenian daerah untuk dijadikan sarana dakwah, ia gunakan wasilah yang sama namun isi dari pertunjukan itu ia rubah menjadi nada-nada dakwah kepada jalan Allah SWT. Berapa banyak orang yang awalnya tidak tahu agama lalu menjadi tertarik dengan ajaran agama dengan cara seperti itu. Kuncinya adalah, agar kita tidak cepat memandang sebelah mata terhadap orang-orang yang kadang dianggap sebagai sampah masyarakat.
Kelima Tidak angkuh; Banyak orang mengira bahwa dengan bersikap angkuh akan menjadikan diri kita disegani oleh orang lain, yang betul justru sebaliknya orang akan enggan bergaul dengan kita. Dalam realitas hidup bisa jadi ada orang yang merasa minder melihat kesuksesan hidup yang di raih oleh kita misalnya, rasa minder ini lalu akan melahirkan rasa rendah diri dan kurang bersahabat dengan kita. Pada saat inilah kita perlu menunjukkan perasaan rendah hati kita untuk memulai mencairkan kondisi dengan bersikap ramah dan tawaduk kepada mereka. Hal ini pula yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, ketika ada seseorang hendak menghadap kepada beliau untuk satu keperluan, namun karena besarnya wibawa Rasulullah SAW maka orang tersebut menjadi gugup dan tidak percaya diri, dengan santun Nabi berkata, “Santai saja, Aku bukanlah malaikat, Aku hanyalah seorang anak ibu dari suku Quraisy yang juga sama-sama makan bubur nasi”.
Sikap tawaduk inilah yang membuat suasana menjadi cair dan berjalan normal, sehingga orang lain merasa senang berada di sisi kita. Lalu coba kita bedakan dengan sikap syaithan yang berkata “sesungguhnya Aku lebih mulia dari Adam, karena Aku diciptakan dari api, sedang Adam dari tanah,” (QS: 38;76).
Demikianlah di antara cara bagaimana memiliki kepribadian yang menyenangkan, semoga dengan bekal cara ini kita dapat memperoleh target dari sebuah pergaulan hidup yaitu menyebarkan keindahan-keindahan ajaran Allah SWT, baik dengan cara lisan maupun dengan amal perbuatan. Siapa tahu, banyak orang yang tertarik pada Islam bukan hanya disebabkan keindahan ajarannya saja, namun karena ketertarikan mereka kepada perangai yang menyenangkan dari yang kita miliki itu. Amin Ya Rabbal Alamin
Penulis dapat di hubungi di : sumardihmi@yahoo.com, ardi.ev83@gmail.com [1] Kepala Badan Pengelola Latihan (BPL) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Kota Jantho

Senin, Agustus 11, 2008

PUISI BUAT BUNDA

Kepada Perempuan, Ibu Kami Oleh: Sumardi
Kepada para perempuan kami Kepada para ibu kami Di tangan mu kami titipkan embun Di dada mu kami sematkan cinta Dan di lehermu kami kalungkan bunga Agar para lelaki kami Selalu kuat dan teguh mengayuh sampan Menyeberangkan anak-anak dalam samudra Meskipun di gelap gulita Dengan itu… Di masa depannya anak-anak kami tidak meraba matahari Tetapi mendekap purnama Kepada para perempuan kami Kepada para ibu kami Jangan pernah abaikan sejuk butir embun Jangan pernah singkirkan putik-putik cinta
Jangan! Jangan pernah lupa tangkai-tangkai bunga Agar dadamu memancarkan mata air Dan anak-anak dapat merebahkan diri Pada putih dada mu Dan, kemudian mendengar alun musik Dalam erat dekapmu Ku persembahkan buat bunda tercinta, yang senantiasa menjadi inspirasi bagi setiap langkah yang ku toreh. Selamat Ulang Tahun Bunda…

Rabu, Juli 23, 2008

TULISAN DI ATAS PASIR

Oleh: Sumardi Evulae
Kepala BPL HMI Kota Jantho
“Lupakan kebaikan yang pernah kamu lakukan pada teman-temanmu, dan ingat selalu kebaikan mereka”
Di pesisir sebuah pantai, tampak dua anak sedang berlari-larian, bercanda, dan bermain dengan riang gembira. Tiba-tiba, terdengar pertengkaran sengit di antara mereka. Salah seorang anak yang bertubuh lebih besar memukul temannya sehingga wajahnya menjadi biru lebam. Anak yang dipukul seketika diam terpaku. Lalu, dengan mata berkaca-kaca dan raut muka marah menahan sakit, tanpa berbicara sepatah kata pun, dia menulis dengan sebatang tongkat di atas pasir: "Hari ini temanku telah memukul aku !!!"
Teman yang lebih besar merasa tidak enak, tersipu malu tetapi tidak pula berkata apa-apa. Setelah berdiam-diam-an beberapa saat, ya ... dasar anak-anak, mereka segera kembali bermain bersama. Saat lari berkejaran, karena tidak berhati-hati, tiba-tiba anak yang dipukul tadi terjerumus ke dalam lubang perangkap yang dipakai menangkap binatang. "Aduh.... Tolong....Tolong!" ia berteriak kaget minta tolong. Temannya segera menengok ke dalam lubang dan berseru, "Teman, apakah Engkau terluka? Jangan takut, tunggu sebentar, aku akan segera mencari tali untuk menolongmu." Bergegas anak itu berlari mencari tali. Saat dia kembali, dia berteriak lagi menenangkan sambil mengikatkan tali ke sebatang pohon. "Teman, aku sudah datang! Talinya akan ku ikat ke pohon, sisanya akan ku lemparkan ke kamu. Tangkap dan ikatkan dipanggang mu, pegang erat-erat, aku akan menarik mu keluar dari lubang."
Dengan susah payah, akhirnya teman kecil itu pun berhasil dikeluarkan dari lubang dengan selamat. Sekali lagi, dengan mata berkaca-kaca, dia berkata, "Terima kasih, sobat!" Kemudian, dia bergegas berlari mencari sebuah batu karang dan berusaha menulis di atas batu itu, "Hari ini, temanku telah menyelamatkan aku."
Temannya yang diam-diam mengikuti dari belakang bertanya keheranan, "Mengapa setelah aku memukul mu, kamu menulis di atas pasir dan setelah aku menyelamatkan mu, kamu menulis di atas batu?" Anak yang di pukul itu menjawab sabar, "Setelah kamu memukul, aku menulis di atas pasir karena kemarahan dan kebencian ku terhadap perbuatan buruk yang kamu perbuat, ingin segera aku hapus, seperti tulisan di atas pasir yang akan segera terhapus bersama tiupan angin dan sapuan ombak.”
”Tapi, ketika kamu menyelamatkan aku, aku menulis di atas batu, karena perbuatan baikmu itu pantas dikenang dan akan terpatri selamanya di dalam hatiku, sekali lagi, terima kasih sobat."
Pembaca yang Saya hormati
”Hidup dengan memikul beban kebencian, kemarahan dan dendam, sungguh melelahkan. Apalagi bila orang yang kita benci itu tidak sengaja melakukan bahkan mungkin tidak pernah tahu bahwa dia telah menyakiti hati kita, sungguh ketidakbahagiaan yang sia-sia.
Memang benar.... bila setiap kesalahan orang kepada kita, kita tuliskan di atas pasir, bahkan di udara, segera berlalu bersama tiupan angin, sehingga kita tidak perlu kehilangan setiap kesempatan untuk berbahagia.
Sebaliknya... tidak melupakan orang yang pernah menolong kita, seperti tulisan yang terukir di batu karang. Yang tidak akan pernah hilang untuk kita kenang selamanya.”
Ku tulis dengan cahaya cinta dan kasih tulus mengharap ridha Allah, Semoga tulisan yang sangat sederhana ini bermanfaat buat siapa saja Kritikan dan saran senantiasa Saya harapkan Kirim ke: ardi.ev83@gmail.com atau 08126916362 By Sumardi Evulae bin Azhar Amin

Selasa, Juli 22, 2008

PROFIL SEORANG KADER HMI

Oleh: Sumardi Evulae*
Kepala BPL HMI Kota Jantho
Dalam tubuh organisasi kader memiliki fungsi tersendiri yaitu sebagi tenaga penggerak organisasi, sebagai calon pemimpin dan sebagai benteng organisasi. Secara kualitatif seorang kader mempunyai kesanggupan bekerja dan berkorban yang lebih besar dari anggota biasa. Kader itu adalah anggota inti, kader merupakan benteng dari “serangan” dari luar serta penyelewengan dari dalam. Secara internal kader merupakan Pembina yang tidak berfungsi pimpinan. Kader adalah tenaga penggerak organisasi yang memahami sepenuhnya dasar dan idiologi perjuangan, ia mampu melaksanakan program perjuangan secara konsekwen di setiap waktu, situasi dan tempat.
Terbina oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader yang berkualitas anggota harus menjalani pendidikan latihan dan praktikum baik di HMI maupun di luar HMI.
Dari definisi di atas setidaknya terdapat tiga ciri yang terintegrasi dalam diri seorang kader.
Pertama : Seorang kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi. Kader mengenal aturan permainan organisasi sesuai dengan peraturan yang ada seperti Nilai Dasar Perjuangan (NDP). Dari segi oprasionalisasi organisasi, kader selalu berpegang teguh dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) HMI, pedoman perkaderan dan aturan lainnya.
Kedua : Seorang kader mempunyai komitmen yang tinggi secara terus menerus, konsisten dalam memperjuangkan dan melaksanakan kebenaran.
Ketiga : Seorang kader memiliki bakat dan kualitas sebagai tulang punggung yang mampu menyangga kesatuan kumpulan manusia yang lebih besar. Jadi, focus seorang kader terletak pada kualitas.
Kader HMI adalah anggota HMI yang telah menjalani proses perkaderan sehingga mempunyai ciri kader, yang integritas kepribadian yang utuh, beriman, berilmu, dan beramal saleh. Sehingga siap mengemban tugas dan amanah dalam kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
ARAH PERKADERAN
Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh aktivitasnya harus dapat memberi kesempatan berkembang bagi kualitas-kualitas pribadi anggota-anggotanya. Anggota HMI yang meruapakan “human material” yang dihadapi HMI untuk dibina dan dikembangkan menjadi kader HMI adalah mereka yang memiliki kualitas-kualitas :
Mahasiswa; Yaitu mereka yang telah mencapai tingkat pendidikan intelektual tertentu, calon sarjana dan potensial menjadi intelegensia.
Kader; Yaitu mereka yang memiliki kesediaan untuk berlatih dan mengembangkan kualitas-kualitas pribadinya guna menyongsong tugas depan ummat dan bangsa Indonesia.
Pejuang; Yaitu mereka yang ikhlas, bersedia berbuat dan berkorban guna mencapai cita-cita umat islam dan bangsa Indonesia pada waktu sekarang dan yang akan datang.
Artinya kegiatan HMI adalah merupakan “pendidikan kader” dengan sasaran angota-anggota HMI dalam hal :
Watak dan Kepribadiannya Yaitu dengan memberi kesadaran beragama, akhlak dan watak. Itu berarti harus menjelma seorang individu yang beriman, berakhlak luhur memiliki watak yang autentik serta memiliki pengabdian dalam arti yang paling hakiki.
Kemampuan Ilmiah Yaitu dengan membina seseorang hingga memiliki pengetahuan (knowledge) serta kecerdasan (intellectuality) dan kebijaksanaan (wisdom).
Keterampilan Yakni keterampilan menterjemahkan ide dan pikiran dalam praktek. Dengan terbinanya tiga sasaran tersebut maka terbinalah insan cita HMI yang beriman, berilmu dan beramal saleh. Tujuan HMI telah memberikan gambaran tentang insan cita HMI. Berdasarkan landasan-landasan, arah dan tujuan perkaderan HMI, maka akhir kegiatan perkaderan diarahkan dalam rangka membentuk profil leader yang ideal, yaitu muslim intelektual professional.
Secara spesifik wujud profil kader HMI adalah sebagaimana tergambar dalam 5 kualitas insan cita HMI. Lima kualitas insan cita tersebut seperti diterangkan dalam tafsir tujuan HMI. Kualitas insan cita HMI adalah merupakan dunia cita yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan oleh HMI didalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan sebagaimana tergambar dalam 5 kalitas insan cita HMI; Kualitas Insan Akademis Kualitas Insan Pencipta Kualitas Insan Pengabdi Kualitas Insan yang Bernafaskan Islam Kualitas Insan yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala.
Lima kualtas insan cita HMI sebagai kelompok intelegensia atau intelektual kader HMI, dapat digambarkan dengan ; Tipe Konseptor Tipe Solidarity Maker Tipe Problem Solving Tipe Administrator atau pelaksana, dan Tipe Negarawan
* penulis dapat di hubungi di sumardihmi@yahoo.com atau ardi.ev83@gmail.com

PESTA DEMOKRASI 2009

Oleh: Sumardi Evulae
Mungkinkah Pemimpin Bangsa Yang Berkualitas Akan Lahir...?
Mari kita memilih pemimpin yang berkualitas
“Tuhan memberikan kita dua mata, dua telinga dan satu mulut yang artinya kita harus lebih banyak mendengar dan melihat daripada berbicara”
“Ketika Pemimpin Menjadi Angkuh, Melawan Adalah Hak”
Momen Pemilahan Umum yang sebentar lagi akan di gelar adalah ajang yang sangat menentukan bagaimana kondisi politik di negeri ini pada masa yang akan datang. Jadi para peserta yang ikut bertarung dalam mimbar PEMILU jangan terjebak dengan hal-hal yang bersifat kontemporer (politik instant) sebab fondasi politik yang seperti itu tidaklah bertahan lama dan mudah di otak-atik oleh pihak yang berkepentingan tertentu terhadap rakyat. Disinilah perlu penelaahan mendalam dan penempatan grand strategy yang tepat, cermat dan penuh hati-hati agar tidak salah dalam meletakkan dasar semangat yang dibangun sebab kalau salah dalam menempatkan fondasi tentunya melahirkan bangunan politik yang rapuh pula.
Melihat dari gerakan yang dilakukan oleh beberapa kandidat President, menarik perhatian Saya untuk menelusuri lebih jauh tentang beberapa resep yang ditawarkan oleh Bapak-Bapak calon Leader kita itu. Sampai saat ini hampir bisa katakan bahwa konsep-konsep yang diajukan itu belum bisa menjawab atas urgencytas kebutuhan rakyat Indonesia masa kini. Persoalannya adalah di mana para kandidat President yang tampil belum melihat dengan jelas apa dan betapa besarnya masalah yang rakyat Indonesia hadapi saat ini, merumuskan kebutuhan pokok rakyat menjadi sebuah visi-misi bersama seyogyanya merupakan keharusan dimiliki setiap kandidat. Intinya bahwa isu-isu yang dimainkan Bapak-Bapak kandidat harus mengacu pada pemecahan atas berbagai persoalan yang selama ini belum juga menemukan solusinya, bukan sebaliknya meninggalkan atau menambah persoalan negeri ini, mengangkat isu-isu yang sama sekali tidak menjawab sasaran dan entri poin yang diinginkan oleh rakyat Indonesia.
Sangat menarik memang, Pemilu merupakan ajang perhelatan paling spektakuler dilakukan setiap lima tahun sekali, di mana masing-masing kandidat President mencoba menawarkan mimpi-mimpi indah yang diformulasikan dengan adonan mereka masing-masing. Namun yang harus kita cerdasi dan kritisi adalah mungkinkah resep-resep yang mereka tawarkan itu akan menghasilkan kue yang lezat dan bisa dinikmati semua rakyat ngeri ini...??? oleh karenanya sebagaimana Paul dan Linda (2004) dalam “The Thinker’s Guide To Fallacies: the art of mental trickery and manipulation”. Mari kita kritisi setiap resep para kandidat sehingga menghasilkan sepotong kue yang benar-benar kita harapkan dan kita damba-dambakan semua. Dalam buku di atas Paul dan Linda menggambarkan cara orang berfikir:
Pertama; Uncritical Person, (intellectuality unskilled thinker’s). Mereka ini adalah orang-rang yang tidak memiliki kebebasan memilih, karena telah “terkondisikan” atau “terprogram” secara sistematis. Pikiran mereka adalah produk dari sebuah kekuatan yang mereka sendiri tidak paham. Kepercayaan mereka berdasarkan prasangka. Cara berpikir cenderung men-generalisasi, atau terlalu menyederhanakan, menjelekan, dan menuduh. Arogansi intelektual sering menjadi identitas mereka. Dunia sering dilihat dengan kacamata egoistic dan ethnocentric. Segala yang berbeda dengannya dianggap salah. Penilaiannya bercorak “hitam-putih”. Selalu ingin dipuji bahwa mereka adalah “malaikat”, dan selain mereka sebagai “setan”. Jika keyakinan di gugat, mereka merasa diserang. Karena merasa terancam, secara emosional mereka balik menyerang. Orang-orang seperti ini biasanya anti koreksi atau kritik.
Di mana pemikiran ini bersifat memvonis, berfikir benar-salah atau hitam-putih dan menganggap pemikiran-nyalah yang paling benar dan paling suci. Kalau toh kandidat yang model ini jadi pemimpin kita menurut hemat saya maka kita akan menuai bencana, karena kebebasan kita untuk berekspresi menjadi terbatasi oleh “dewan suro”. Sehingga kita tidak lagi menikmati kemerdekaan yang di anugerahi Tuhan pada kita.
Kedua; Skilled Manipulators, (weak-sense intellectual). Jumlah mereka lebih sedikit dari tipe pertama, tapi sangat ahli dalam seni manipulasi dan mengontrol orang lain. Mereka ini berfokus pada kepentingan pribadi, tanpa peduli efek buruk bagi orang lain. Sebenarnya mereka mirip dengan uncritical thinker’s, hanya saja mereka punya retorika persuasif yang handal. Maka tak perlu heran jika kelompok ini termasuk orang-orang yang sering berada di atas. Karena memang ahli dalam meraih kekuasaan dan otoritas. Lagi pula, mereka suka mendominasi dalam pergaulan. Mereka tahu cara membangun struktur kekuasaan untuk melanggengkan kepentingan. Mereka selalu mencoba tampil baik, namun bukan karena penghormatan dan penghayatan terhadap nilai-nilai, tapi dalam konteks kelanggengan kekuasaan. Mereka susah kritis terhadap lingkungan. Intelektual mereka belum merdeka, karena sering menampilkan pemikiran ganda. Di satu sisi dia percaya kepada A, di sisi lain dia memilih bicara B. mereka lebih memilih berwajah manis demi mencairnya proposal, daripada mengkritisi ketidakbenaran orang/negara yang sedang dimintai uang.
Para pemimpin puncak di Indonesia, jangan-jangan, banyak diwakili oleh golongan ini. Dan sepertinya, kader-kader seperti inilah yang lebih eksis di Indonesia daripada intelektual murni. Jika moral kritis orang-orang seperti ini gagal terkoreksi secara terus-menerus, suatu saat mereka akan jadi politikus negeri yang selalu tampil necis tapi kosong intelektual. Singa podium, tetapi baca konsep. Alasannya agar tidak salah ngomong. Padahal, kapasitas intelektual kurang memadai. Pada tingkat yang lebih ekstrim, mereka hadir di tengah massa dengan penampilan prima, namun suka berbohong dan manipulasi fakta.
Cara berfikir yang kedua ini cenderung melogika-kan segala sesuatu (apology). Semua-semua di logika-kan dengan kepiawaian retorika speak-nya. Bahasa mereka menarik, hangat dan sangat indah, mereka pandai memanfaatkan situasi. Namun sebenarnya mereka hanyalah manipulator, semua yang mereka kemukakan hanyalah lips dan mimpi belaka karena tujuan mereka hanya untuk kepentingan sendiri. Pemimpin seperti ini saat berkuasa cenderung banyak omong dan segala sesuatunya selalu dianggap remeh, toh nanti saat Laporan Pertanggung Jawaban mereka berusaha membuat mencari kambing hitam sebagai alasan yang simple dan mudah dipahami oleh kita. Wal hasil pemimpin seperti ini hanya membuat kita bermimpi dan terus bermimpi, padahal kita sadar bahwa mimpi itu tidak pernah benar-benar menjadi kenyataan. Alias NATO ( No Action Talk Only)
Ketiga; Fair-Minded Critical Person, (strong-sense critical thinker’s). kelompok ini paling kecil jumlahnya. Mereka inilah yang selalu mengkombinasikan pikiran kritis, keseimbangan penilaian, kejujuran, melihat secara mendalam, menyandarkan argument kepada keakuratan data, dan cenderung bekerja untuk melayani kepentingan orang banyak. Mereka tahu bagaimana mengelola kecerdasan. Meskipun mereka juga ahli dalam beretorika, namun kemampuan tersebut tidak digunakan untuk tujuan mengelabuhi. Orang seperti ini sangat susah dimanipulasi karena kekrtitisannya. Di saat yang sama, mereka juga tak suka memanipulasi. Orang-orang yang seperti ini punya visi tentang dunia yang lebih beretika, serta punya pengetahuan yang realistic tentang seberapa jauhnya kita dari dunia tersebut. Mereka punya kemampuan praktis untuk memompa perubahan dari “apa adanya” kepada “bagaimana seharusnya”. Orang-orang seperti ini adalah produk dari perjuangan panjang melawan egoisme pribadi serta dialog-dialog berkeadaban.
Cara berfikir yang ketiga inilah yang paling sedikit orangnya yakni, yang mempunyai pandangan jauh ke depan, berfikir-nya seimbang dan tidak hitam-putih. Kelompok ini menerima kritikan dan masukkan dari orang lain juga tidak kalah dalam ber-argumentasi, pemikir seperti ini cenderung banyak berbuat (action) dari pada berbicara. Mereka berfikir secara menyeluruh dan melihat dari berbagai sudut pandang. Namun tidak mengurangi nilai ke-kritis-an mereka.
Seharusnya type yang terakhir inilah yang kita damba dan kita perjuangkan untuk memimpin negeri kita tercinta ini. Sehingga kita semua tidak terjebak pada rutinitas yang membosankan dan tidak bermakna.
Kemudian kalau kita menterjemahkan konsep kepemimpinan Rasulullah SAW bagaimana sifat Rasulullah tersebut dapat kita terapkan dalam pola kepemimpinan kita. Kalau Rasulullah SAW mempunyai sifat SIDIQ (benar), seharusnya seorang pemimpin itu adalah orang-orang yang benar dalam ucapan, tindakan, pemikiran, serta benar dalam tauhidnya juga. Sehingga dengan adanya keserasian antara pemikiran, ucapan, tindakan serta juga punya visi yang benar serta istiqamah seorang pemimpin akan mencetuskan ide-ide pembaharuan dengan benar secara alamiah dengan berbagai ilmu dan disiplin skill yang dia miliki.
Sifat Rasulullah yang kedua adalah TABLIGH (menyampaikan), artinya adalah seorang pemimpin itu harus bisa menterjemahkan dengan benar apa yang dia tahu dan juga terus mengingatkan sesama dalam hal kesempurnaan sebuah tindakan yang menyangkut kemaslahatan umat. Seharusnya seorang pemimpin itu adalah orang yang menjaga betul semua tindakan dan sikapnya dalam menyuarakan kebenaran dan terus berusaha untuk mencari kesempurnaan terhadap solusi keummatan.
Lalu yang ke tiga dari sifat Rasulullah adalah AMANAH (dapat dipercaya), artinya adalah seorang pemimpin seharusnya dapat menjaga semua tanggung jawab yang di embunnya. Baik dalam menjaga kepercayaan rakyat dalam negerinya, sebab jika seorang pemimpin yang amanah tidak akan menggelapkan dana rakyat, dan dia akan membuat perimbangan antara anggaran untuk rakyat dengan pejabat yang mengurusnya ini akan di lakukan secara proporsional, tidak timpang apalagi kalau kebanyakan kepada pejabatnya ketimbang untuk rakyatnya.
Yang terakhir dari sifat Nabi Muhammad SAW ialah FATHONAH (Cerdas), artinya adalah seorang pemimpin itu tidak hanya pintar, karena sangat berbeda antara pintar dengan cerdas. Kecerdasan seorang pemimpin ini harus menyeluruh, baik dari segi kecerdasan bertindak, menterjemahkan, membuat keputusan, dan lain sebagainya. Dengan kecerdasan ini seorang pemimpin akan mampu bertahan dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Dari beberapa pengalaman masa lalu di mana kandidat yang menawarkan konsep-konsep dibangun atas dasar politik primodial, skat-skat, terbukti sudah bahwa ideology politik yang seperti itu tidak membawa angin segar buat perubahan dan jawaban atas kebutuhan rakyat Indonesia. Maka pada Pemilihan Umum presiden kali ini kiranya kita sebagai rakyat, pemikir dan intelek mampu memposisikan diri pada jalur yang tepat sehingga tidak lagi terjebak dengan trick “politik instant” yang tengah dihembus-hembuskan oleh para kandidat kita.
Dari ke empat sifat Rasulullah SAW ini bisa kita coba formulasikan dengan kebudayaan Indonesia itu sendiri, sehingga Saya mencoba menyimpulkan bahwa seorang pemimpin yang cocok untuk Indonesia saat ini setidaknya memiliki kecakapan; Integrasi (jujur), visioner, politisi profesional, negarawan tangguh, manajerial yang efektif dan efisien serta transparan, konseptor, solidarity maker, problem solving, sebagai pelaksana dan kepemimpinan pembaharu (transformational). Sebagaimana tema besar dari Advance Training Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (BADKO HMI) Sumatera Barat, yakni melahirkan pemimpin alternatif sebagai solusi terhadap persoalan umat dan bangsa.
Oleh karenanya, dalam pemilu yang akan datang mari kita mengerahkan segenap kemampuan kita untuk mengkritisi, menganalisis, dan memutuskan ke arah mana kita akan menghadapkan dan menentukan pilihan kita masing-masing akan kita jatuhkan. Sebagai intelektual muda, pemikir, pembaharuan dan agen of change, seharusnya kita tidak lagi terjebak pada resep-resep primordialisme, yang itu terbukti telah menghancurkan kita.*****
Billahi Taufiq Walhidayah
YAKIN USAHA SAMPAI!!!

LAWAN KORUPSI SEKARANG JUGA

Oleh: Sumardi Evulae Kepala BPL HMI Kota Jantho Rakyat dan korupsi adalah entitas sosial dan hukum yang mempertunjukkan relasi yang kadang-kadang aneh dan kontradiktif. Di satu pihak, rakyat begitu ingin melihat pemerintahan diselenggarakan dengan mendasarkan pada asas-asas transparan dan akuntabel, bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Namun di pihak lain, rakyat kadang kala menjadi aktor pembantu bagi berlangsungnya praktek-praktek KKN di jajaran birokrasi. Melalui budaya terabas, rakyat membuat korupsi menjadi tumbuh dengan subur di segala lini, dan membantu lahirnya koruptor-koruptor baru di negeri ini. Tetapi rakyat yang demikian, saya sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam UU tersebut ditentukan bahwa masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peran masyarakat itu dapat diwujudkan dalam beberapa bentuk hak. Di antaranya hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadinya tindak pidana korupsi kepada penegak hukum dan; hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada pengeka hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
Di samping tiga hak di atas, masyarakat pikir hanya segelintir jumlahnya. Jumlah terbanyak rakyat adalah yang antikorupsi, sebab sejatinya korupsi itu membuat rakyat menjadi pihak pertama yang paling menderita. Dalam perspektif ini, maka rakyat harus mulai dengan sangat serius memikirkan peran serta dalam membantu mencegah terjadinya korupsi atau membantu penegak hukum mengendus pihak-pihak yang berperilaku korup.
Peran serta rakyat dalam memberantas korupsi diartikan sebagai peran aktif perorangan, organisasi masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Landasan normatif bagi peran serta tersebut sudah diatur dalam UU No. 31/1999 berhak untuk memperoleh jawab atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak dalam waktu paling lama 30 hari. Individu atau pekerja organisasi masyarakat/aktivis LSM yang melapor dugaan korupsi juga berhak memperoleh perlindungan hukum dalam kaitannya dengan pelaksanaan hak-hak tadi. Mereka juga berhak diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi atau saksi ahli sesuai dengan ketentuan UU.
Norma hukum yang kurang lebih sama juga juga diatur dalam PP No. 71/2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam PP tersebut ditentukan bahwa setiap orang, ormas, LSM, berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta menyampaikan saran atau pendapat kepada penegak hukum dan atau komisi mengenai perkara korupsi.
Dalam PP tersebut dikuatkan kembali pemberian perlindungan hukum kepada masyarakat yang melapor dugaan korupsi, baik status hukum maupun rasa aman, bahkan jika diperlukan penegak hukum juga wajib memberi pengamanan fisik kepada pelapor dan keluarganya. Namun beberapa perlindungan di atas dikecualikan jika pelapor sendiri terlibat dalam korupsi yg dilaporkan atau bila pelapor dikenakan tuntutan dalam perkara lain. Penegak hukum atau komisi wajib merahasiakan identitas pelapor atau isi informasi, saran atau pendapat pelapor.
Sarat Masalah Perkiraan saya bahwa ada berbagai masalah berkaitan dengan peran masyarakat dalam memberantas korupsi terjustifikasi dalam workshop mengenai pemberantasan korupsi yang diselenggarakan oleh Tim Anti Korupsi Pemerintahan Aceh (TAKPA) dan Kemitraan (Partnership) di Banda Aceh beberapa waktu lalu. Peserta workshop mengatakan bahwa banyak anggota masyarakat yang tidak terafiliasi dengan ormas atau LSM antikorupsi belum sepenuhnya mengetahui dan memahami bahwa ada hak untuk berperan dan peran serta dalam memberantas korupsi di negeri ini.
Masalah lain adalah ada warga masyarakat yang mengetahui bahwa ada hak untuk berperan serta namun takut atau khawatir menggunakan hak tersebut. Mereka takut, jangan-jangan setelah melapor dugaan korupsi, mereka kemudian berurusan dengan polisi atau kejaksaan, atau sekalian kemudian bernasib sial; menjadi pesakitan, tersangka atau terdakwa. Rasa takut ini juga dialami oleh aktivis LSM-LSM antikorupsi, bukan hanya warga biasa.Tetapi bukankah hukum sudah memberikan perlindungan kepada masyarakat yang melapor?
Betul, kata peserta workshop, namun dalam kenyataan tidak sepenuhnya demikian. Ada sejumlah contoh yang kemudian membuat warga masyarakat termasuk aktivis LSM antikorupsi tetap memelihara rasa khawatir, enggan atau takut dalam beraktifitas, karena ”setelah melapor kehilangan kambing, malah kehilangan kerbau.” Di Banda Aceh, Meulaboh, dan Aceh Timur, pelapor dipanggil oleh penegak hukum, rata-rata diperiksa dengan tuduhan mencemarkan nama baik. Di Sabang, sebuah LSM diperkarakan sampai ke pengadilan, untung kemudian LSM ini menang. Ada kesan bahwa masyarakat belum sepenuhnya percaya bahwa perlindungan itu betul-betul akan mereka peroleh setelah melapor dugaan korupsi.
Hal lain yang teridentifikasi sebagai masalah adalah publik sebenarnya tidak mengetahui secara persis mana perbuatan yang dikategorikan sebagai korupsi atau mana yang bukan (sebuah fakta, karena bisa menunjukkan betapa tipisnya perbedaan antara halal dan haram di ranah publik). Publik juga tidak tahu apa sesungguhnya standar kebijakan pemerintah yang harus dipantau, sehingga akan diketahui apakah standar itu dipatuhi atau tidak.
Dikatakan juga, ada masalah dengan mekanisme pelaporan. Ketentuan PP yang mensyaratkan bahwa isi laporan harus disertai bukti-bukti awal tentang pelaku dan dugaan korupsi, dianggap memberatkan masyarakat karena korupsi merupakan kejahatan yang kompleks atau rumit. Ditanya pula, dapatkah laporan itu disampaikan kepada dinas-dinas terkait, bukan ke penegak hukum? Sesungguhnya, fokus perhatian adalah kepada mekanisme penyampaian keluhan. Seingat saya, beberapa unit pemerintah termasuk kepolisian telah menyediakan semacam kotak pengaduan, namun warga kurang memanfaatkan kotak tersebut. Namun mengenai kotak ini, ada juga keprihatinan soal tindak lanjut, apakah sebenarnya betul-betul laporan itu diproses atau didiamkan saja.
Momentum dan Agenda Semua masalah sebagaimana disebutkan di atas telah dibicarakan secara terbuka. Di pihak lain, pemerintah termasuk Pemerintah Aceh juga telah mulai sedemikian terbuka bicara komitmen dan agenda pemberantasan korupsi. Gubernur Irwandi bahkan membentuk TAKPA dan pernah melapor langsung dugaan korupsi di beberapa daerah kabupaten ke Kantor KPK di Jakarta, serta sedang mempersiapkan MoU dengan KPK. Dulu, fenomena ini tidak nampak; pemerintah enggan bicara korupsi, bahkan cenderung menutupinya serta menyelesaikan kasus ”secara adat” karena akan membuka borok sendiri.
Suasana yang sudah berubah ini harus dijadikan momentum untuk secara kongkrit diarahkan kepada agenda pemberantasan korupsi di NAD. Masukan peserta workshop perlu dipertimbangkan oleh pemerintah. Kelihatannya, keterbukaan dalam setiap kebijakan pemerintah, perencanaan anggaran, implementasi proyek-proyek untuk kesejahteraan rakyat, pengawasan atas kegiatan pembangunan, begitu didambakan oleh masyarakat banyak. Masalah-masalah yang sudah diidentifikasi di atas, perlu ditindaklanjuti. Pendidikan antikorupsi kepada publik perlu segera dimulai, baik melalui jalur formal (penyusunan kurikulum pendidikan antikorupsi) maupun melalui jalur nonformal. Modal sosial yang sudah ada, kondisi daerah yang sudah damai, berlakunya syariat Islam di NAD, harus dapat dimanfaatkan dengan baik, agar tidak hilang diterbangkan angin atau hanya dijadikan jargon semata.
Konsistensi penegak hukum merupakan satu kemutlakan. Rasa takut warga atau LSM harus dapat dihilangkan dengan menunjukkan sikap yang betul-betul taat kepada norma hukum, misalnya mengenai perlindungan tadi. Masyarakat harus diajarkan cara melapor yang benar dan bertanggung jawab, namun jika mereka sudah melakukan demikian, maka jangan sampai kemudian mereka dijadikan tersangka. Jangan ada manipulasi atas laporan masyarakat, dan jangan pula sampai tergoda kepada fulus yang ditawarkan terlapor.
Sesuai dengan aturan hukum pula, penegak hukum dan atau KPK wajib memberi respon atas laporan masyarakat dalam tempo 30 hari sejak laporan diterima. Ketentuan ini hendaknya dipatuhi, sehingga warga atau LSM yang sudah mengambil inisiatif melapor dugaan korupsi, merasa dihargai dan merasa bahwa laporan yang disampaikan tidak dibuang ke tong sampah. Last but not least, UU dan PP di atas mengatur tentang pemberian penghargaan kepada setiap pelapor sejumlah sekian persen dari nilai uang korupsi yang dilaporkan. Jika kemudian terbukti benar laporan tersebut, maka penghargaan itu wajib diberikan kepada pelapor. Jasa warga masyarakat atau LSM harus dihargai, bukan kemudian malah diklaim sebagai jasa penegak hukum.
Kasus Simeulue Dalam kasus bupati Simeulue saya melihat upaya pemerintah dalam menegakkan hukum sudah lumayan bagus dari sebelumnya artinya secara hukum semua warga negara berkedudukan yang sama baik itu pejabat atau rakyat biasa bisa. Satu persatu pejabat kita yang melakukan pelanggaran hukum sudah mulai mendapat vonis di meja hijau dengan berbagai tindak kejahatan yang pernah mereka lakukan. Di Simeulue pada tahun 2007 yang lalu para anggota DPRK periode 1999-2004 telah divonis bersalah oleh PN Sinabang, mereka sempat mendekam dalam tahanan. Kini giliran bupati yang divonis pengadilan telah melakukan pelanggaran terhadap pengelolaan hutan lindung menjadi areal perkebunan sawit milik kabupaten Simeulue (PDKS). Namun dalam kasus ini saya melihat ada pihak lain yang juga terlibat yakni para anggota DPRK periode sekarang maupun periode sebelumnya, karena mereka ikut memberikan rekomendasi dalam pemanfaatan lahan untuk PDKS tersebut. Jadi penegakan hukum jangan hanya mengambil momen dan menjadi gertak sambal para penegak hukum, dimana para penegak hukum hanya menakut nakuti pejabat publik dengan mengangkat satu atau dua kasus saja. Penegakan hukum harus tuntas, siapa saja yang terlibat harus mendapat ganjaran dari apa yang mereka lakukan.
Saya sangat yakin masih banyak para pejabat di daerah ini yang menyelewengkan berbagai fungsi dan aset daerah, sebut saja misalnya mobil dinas yang seharusnya berada di kabupaten Simeulue justru berkeliaran di Banda Aceh salah satunya dengan nomor polisi BL 134 S menurut amatan saya dalam 2 bulan terakhir ini mobil tersebut ada di Banda Aceh dan masih banyak lagi aset-aset daerah yang seharusnya berada di Simeulue namun beroperasi di daerah lain. Pertanyaannya apa yang dilakukan pejabat tersebut sampai selama itu di Banda Aceh? Bukankah penyediaan kendaraan tersebut seharusnya untuk menunjang tugas di kabupaten Simeulue…? Ini juga merupakan bentuk pelanggaran atau tepatnya penyalahgunaan aset negara.
Di sisi lain para pejabat publik kita saat ini seakan tidak mau ambil pusing dengan keadaan di masyarakat sendiri, bahkan lebih tepatnya mereka hanya mengurusi project apa yang bisa mereka tangani. Sebagai contoh beberapa waktu yang lalu teman-teman dari Ikatan Keluarga Simeulue Barat Alafan (IKASBARFAN) telah menggandeng KPK untuk sosialisasi dan simulasi tentang pemerintahan yang bersih bebas korupsi. Namun ketika teman-teman sudah siap dengan kegiatan tersebut ketua DPRK Simeulue justru berpandangan sinis terhadap teman-teman penyelenggara, pejabat teras setingkat ketua DPRK tidak mendukung kegiatan sosialisasi untuk masyarakat. Lalu apa fungsi para wakil rakyat tersebut… maka sangat wajar kalau masyarakat sudah merasa tidak percaya kepada pemimpinnya, beberapa waktu yang lalu seribuan lebih tokoh masyarakat Simeulue merekomendasikan untuk segera menonaktifkan bupati Simeulue karena sudah di vonis bersalah oleh pengadilan negeri. Kita menunggu siapa lagi yang akan di hadapkan pada meja hijau. SIAPA MENYUSUL….???
Kita berharap dalam upaya penegakan hukum ini tetap mengedepankan praduga tak bersalah, namun jangan sampai penegakan hukum hanya menjadi jargon dan simbol untuk menarik simpati masyarakat. Jauh dari itu sebagai daerah yang menerapkan syari’at secara kaffah sudah menjadi kewajiban semua pihak terutama penegak hukum yang di gaji oleh negara dalam mencegah dan mengambil tindakan tegas terhadap para pelanggar hukum. Sehingga daerah kita benar-benar menjadi Nanggroe aceh yang DARUSSALAM. Insya Allah
Tentu ada banyak hal lain yang perlu dilakukan dalam membangkitkan atau meningkatkan peran serta masyarakat. Namun dengan melaksanakan beberapa saja dari sejumlah agenda di atas, saya percaya pemerintah sudah mulai menuju ke arah yang tepat dalam memberantas korupsi.
Hidup rakyat, dan matilah korupsi!
YAKIN USAHA SAMPAI!!!

my fan