Rabu, Agustus 13, 2008

BANGKITLAH HMI

Catatan Perjalanan kongres XXVI 28 July - 05 Agustus 2008 di Kota Palembang Oleh: Sumardi Evulae Kepala Badan Pengelola Latihan HMI cabang Kota Jantho
Tidak terasa, kita telah memasuki tahun Kelahiran HMI yang ke-61, dan selama itu pula, kita telah mengalami pergantian Pucuk Pimpinan organisasi, baik di tingkat Pengurus Besar, BADKO, Cabang, bahkan komisariat, sebanyak dua puluh enam kali sudah di adakan kongres. Namun, sampai hari ini, cita-cita HMI yang didengung-dengungkan, yakni kehidupan masyarakat yang adil, makmur dan diridhai Allah belumlah tercapai. Apalagi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, sejak krisis multy dimensi pasca reformasi tahun 1998, kita belum bisa bangkit dari keterpurukan sepenuhnya.
Padahal, sampai tahun 2008 ini, organisasi lain yang sama-sama terkena imbas krisis seperti PII dan berbagai Ormas Islam lainnya, telah mampu bangkit kembali. Namun, HMI yang sangat kita cintai ini masih terus menggeliat berusaha untuk bangkit.
Agaknya, karena HMI merupakan organisasi kader dengan misi ke-Islaman dan ke Indonesiaan membuat organisasi ini bisa bertahan melintasi zaman pasca kemerdekaan Indonesia sampai saat ini. Namun seiring dengan perkembangan zaman, gerakan kader HMI nyaris tak bergema dalam membangun bangsa dan menyikapi persoalan agama. Padahal usia 61 tahun seyogyanya membuat organisasi ini semakin dewasa dan berwibawa. Tak berlebihan bila dikatakan bahwa HMI mengalami idealisasi dan romantisasi masa lalu. Bahkan ada yang berpendapat bahwa kejayaan HMI hanya sebuah mitos. Dan, tampaknya popularitas HMI saat ini lebih dikarenakan kiprah para alumninya. ”Nikmatnya” ber-HMI lebih dirasakan oleh para kader yang kini telah menjadi alumni, sanjungan dan pujian terhadap kader-kader HMI acap kali menjadi bahan diskusi menarik di kalangan alumni. Sementara gerakan kader saat ini, lebih menjadi “kerinduan” orang-orang yang bangga terhadap HMI dalam menyikapi perkembangan bangsa dan agama. Lalu, Bagaimana dengan kader-kader saat ini? Tegasnya, eksistensi HMI mulai dipertanyakan di era serba terbuka saat ini.
Saat ini, jika dibandingkan dengan Organisasi-organisasi Islam lainnya, kita tertinggal. Bahkan, bisa dikatakan kita telah mengalami sejumlah kemunduran, seperti Bakti sosial untuk umat, Wawasan keilmuan, politik, diskusi-diskusi ilmiah, menulis, sosial budaya dan berbagai tradisi intelektual lainnya. Belum lagi masalah mutu sumber daya manusia atau dalam istilah kita disebut kader, korupsi, kepemimpinan yang tidak amanah, tanggung jawab organisasi tidak ada, primordialisme, pertikaian, sikap-sikap kita yang tidak mencerminkan intelektual-Islam dan segudang masalah, masih menumpuk untuk kita selesaikan bersama. Tentu, untuk mencapainya, kita butuh perjuangan yang panjang.
Idealnya, pola perkaderan HMI diarahkan untuk membantu pengembangan kepribadian kader secara integral dan komprehensif dengan menyentuh berbagai potensi yang dimilikinya. Tegasnya, pola perkaderan mampu memberikan kontribusi yang berharga dalam pembinaan kader sehingga memiliki multi kecerdasan, baik dalam intelektual, sosial, emosional, spiritual, terutama kecerdasan religius. Dengan demikian akan terlahir kader yang memiliki lima kualitas insan cita yang tidak hanya berilmu tetapi memiliki kepribadian yang akhlaqul karimah. Itulah potret muslim kaffah alias insan kamil atau manusia paripurna yang mesti dituju dan berupaya semaksimal mungkin untuk meraihnya, sebab HMI adalah organisasi yang berazaskan Islam. Walaupun pengurus dan banyak pihak telah berusaha memperbaiki, namun, ternyata kita masih membutuhkan mental luar biasa untuk bangkit dari semua keterpurukan ini.
Memang, tidak mudah untuk mewujudkan pola perkaderan yang baik. Segala komponen perkaderan mesti mendukung prosesnya. Instruktur selaku “pendidik” dituntut mampu menjadi teladan dari berbagai aspek, baik dari segi keilmuan, keimanan, maupun pengalamannya sehingga menjadi motivator dan inspirator bagi calon kader untuk menjadi insan terbaik. Hal lainnya adalah materi yang di tawarkan dalam perkaderan. Tidak hanya berkenaan dengan materi keorganisasian semata, tetapi lebih dari itu diharapkan memperkaya wawasan para kader HMI tentang ayat-ayat Allah SWT, baik mengenai ayat kauniyah maupun ayat qauliyah. Hal ini sangat penting mengingat bahwa kader HMI berasal dari berbagai disiplin ilmu yang berbeda, dari Perguruan Tinggi Agama Islam dan dari Perguruan Tinggi umum.
Sehingga kader HMI minimal tidak juga ikut terjebak dengan virus TBC (Tahayul, Bid’ah, Churafat) di mana virus ini terus mewabah ke berbagai elemen termasuk kampus. Justru kader HMI diharapkan untuk bisa memberikan pemahaman Islam yang benar kepada umat. Di usianya yang kesekian tahun ini, HMI mesti melakukan reorientasi terhadap gerakan dan pola perkaderan HMI. Meskipun HMI telah memiliki tujuan dan visi yang jelas, akan tetapi perlu mengambil langkah yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut. HMI ditantang dan di tuntut untuk mampu memenuhi kebutuhan umat dalam konteks ke-kinian dan ke-disinian. Untuk memenuhi harapan tersebut, HMI harus mampu menginterpretasikan spirit perjuangan Lafran Pane sesuai kebutuhan saat ini. Kehidupan beragama umat Islam, misalnya masih banyak problem yang belum terselesaikan bahkan semakin rumit. Tidak hanya ajaran agama yang terkena TBC saja, bahkan penyimpangan aqidah yang sangat prinsip dan krusial pun mengancam kehidupan umat. Munculnya aliran-aliran sesat yang mengatasnamakan ajaran Islam merupakan contoh konkrit yang terjadi saat ini. Begitu juga dengan degradasi moral yang tidak hanya dialami oleh masyarakat awam, tetapi kalangan intelektual muda di kampus juga bisa terjadi.
Jika Lafran Pane gelisah dengan anggapan mahasiswa di masanya yang di anggap modern dengan berdansa, maka kader HMI saat ini seyogyanya turut gelisah dengan kondisi kaum muda yang menjadi korban budaya asing, pemahaman Islam dengan menerima mentah-mentah kata “dewan suro” serta makna kebebasan yang kebablasan atau yang serupa dengannya.
Karena itu, menurut saya, agar dapat bangkit dan memperbaiki HMI, kita butuh komitmen setiap Kader HMI untuk menghidupkan kembali roh atau jiwa ke-Indonesiaan dan ke-Islaman kita! Hanya dengan kesadaran dan bangkitnya jiwa ke-islaman dan ke-Indonesiaan, akan muncul kekayaan mental atau semangat kebersamaan untuk berjuang secara alami menegakkan kepercayaan yang benar yakni dalam Dinul Islam.
Sehingga, kita sadar tantangan yang kita hadapi hari ini adalah tanggung jawab kita bersama. Hanya dengan perubahan sikap mental yang dimulai dari dalam diri, maka perubahan signifikan akan terjadi.
Dengan begitu, semangat juang HMI untuk Islam akan muncul di sanubari setiap kader HMI. Lewat proses perjuangan dan kerja keras bersama, saya yakin, HMI akan mampu tegak kembali, mandiri, maju, dan sejajar dengan organisasi-organisasi lainnya di Indonesia maupun dunia. HMI harus berani melakukan berbagai inovasi dan reformasi baik dalam sistem perkaderan, sistem pembinaan organisasi, struktural organisasi dan hal lainnya yang berkaitan dengan tetap mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan. Jika di masa lalu kader HMI lebih dikenal sebagai kader yang pandai be-retorika, kecerdasan intelektual tinggi, mudah bersosialisasi, lihai berpolitik, dan sebagainya, maka saat ini keahlian itu tidak hanya sampai di situ saja. Lebih dari itu, kader HMI dituntut untuk memiliki lima Kualitas Insan Cita yang pada dasarnya menginginkan pengembangan kepribadian yang sehat dengan membangun multy kecerdasan.
Akhir kata, untuk kita renungan setiap insan HMI: Tak peduli bagaimana pun ganasnya badai kehidupan. Tak peduli bagaimana pun beratnya tantangan hidup. Semua cobaan itu tak kan mampu menggoyahkan seseorang yang memiliki keteguhan, kemauan, dan keyakinan. Tanpa ada upaya seperti itu, bisa jadi eksistensi HMI tak lagi bernyali, pengabdian terhadap agama dan bangsa akan terhenti mati dan kebesaran HMI hanya tinggal di prasasti.
YAKIN USAHA SAMPAI!!!

1 komentar:

  1. bagus bro..
    semoga kita tetap jaya dalam berbangsa dan bernegara.
    jayalah HMI
    merdeka

    BalasHapus


my fan